Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Aktivis, Advokat Pejuang Khilafah
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kembali mengklaim bahwa konsep Trisila dan Ekasila dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) bukan berasal dari PDIP. Hal tersebut dikatakan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) fraksi PDIP Aria Bima, sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube TVOne, Jumat (26/6/2020).
Videonya, juga beredar viral di sosial media dengan sedikit gubahan dengan menambahkan teks dan ilustrasi gambar. Video ini, mendapat tanggapan beragam. Mayoritas, netizen menilai Aria Bima kalah telak dalam berdiskusi.
Klaim PDIP bukan pengusung RUU HIP menjadi mentah ketika Ketua PA 212 KH Slamet Ma’arif meminta PDIP untuk menyebut partai mana yang mengusulkan, dan Aria Bima tak bisa menjawab. Klaim Aria Bima juga semakin tidak bernilai, karena PPP dan Partai Demokrat dalam waktu tidak berselang lama, mengungkap bahwa PDIP adalah partai pengusung RUU HIP.
Bukan soal itu saja anggota DPR RI ini dikuliti, KH Slamet Ma’arif lebih lanjut juga meminta PDIP tidak perlu lebai benderanya dibakar. Bendera PDIP biasa dibakar, baik oleh mahasiswa juga kader mereka sendiri. Kader PDIP juga pernah membakar bendera partai Demokrat.
Belum sempat bisa membela diri, PDIP juga dikritik kenapa saat ini tidak lagi kritis. Dahulu, PDIP rajin demo baik demo BBM atau kenaikan sejumlah harga.
Karenanya, sikap PDIP yang menganggap pembakaran bendera berlogo PDIP mencederai wibawa partai dan akan memproses hukum adalah sikap berlebihan dan tidak mawas diri. Jika PDIP konsisten pembakaran bendera PDIP dianggap merusak dan mencederai marwah partai, tentulah aksi pembakaran bendera PDIP di kantor DPD PDI Perjuangan, Jalan Sultan Abdurahman Kota Pontianak, Kalimantan Barat, lebih dulu dipersoalkan.
Jumlah bendera yang dibakar lebih banyak, tempat pembakaran juga dikantor PDIP. Tentunya, hal ini lebih mengoyak jiwa dan meruntuhkan marwah dan wibawa PDIP.
Peristiwa serupa, juga pernah terjadi di Tabanan, Bali. Jumlah bendera yang dibakar lebih banyak, ketimbang di aksi tolak RUU HIP.
Karenanya menjadi aneh, jika persoalan pembakaran bendera berlogo PDIP dibesar-besarkan. Padahal, pada saat yang sama RUU HIP yang mengganti ideologi Negara, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila justru pelanggaran yang lebih berat, pelanggaran terhadap kedaulatan dan eksistensi Negara, tidak dipersoalkan PDIP.
Bukannya ikut mengkritisi RUU HIP dan menghentikan pembahasan di DPR, PDIP justru masih ngotot agar RUU HIP ini dilanjutkan. Kengototan PDIP ini, menjadi bukti bahwa RUU HIP adalah agenda politik PDIP dan PDIP adalah pengusung RUU HIP.
Saya sebenarnya prihatin dengan model argumentasi yang disampaikan Aria Bima, bukan mengedepankan data dan fakta, Aria Bima justru menuding aksi tolak RUU HIP yang diselenggarakan oleh Anak NKRI, disebut menyerang PDIP. Meskipun, redaksinya dengan mempertanyakan.
Setelah dicecar siapa yang menyatakan hal itu, Aria Bima nampak gelagapan. Akhirnya, KH Slamet Ma’arif menukas dengan lontaran himbauan “tidak perlu ngeles”.
Kenyataan ini semakin menegaskan bahwa memang ada masalah besar dalam RUU HIP, ada agenda PDIP dalam RUU HIP. Karena itu, umat Islam harus kompak menolak RUU HIP dan tegas meminta agar RUU ini dihapus dari Prolegnas. [].