Serpong – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto menilai RUU Omnibus Law Ciptaker sangat longgar terhadap kepentingan asing tapi malah mempersulit kepentingan lokal. Harusnya sesuai dengan namanya RUU setebal lebih dari 1.000 ini bersahabat dengan tenaga kerja lokal tapi nyatanya malah memangkas hak dan mempersulit pengembangan pekerja lokal.
Salah satu masalah pokok yang cukup mengganjal dalam RUU Ciptaker adalah soal kelonggaran bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), pengusaha dan investor asing yang berlebihan, sehingga melukai rasa keadilan dan mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
Mulyanto menyoroti beberapa pasal yang merugikan dan mempersempit penyerapan tenaga kerja lokal. Salah satunya adalah melalui penghapusan pasal 33 dalam UU No. 2/2017 tentang kewajiban perusahaan jasa konstruksi untuk memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja lokal dari pada TKA. Di bidang hortikultura RUU Ciptaker ini membuka peluang bagi pelaku usaha untuk memanfaatkan TKA. Namun, syarat yang harus dipenuhi oleh TKA tersebut tidak ditentukan.
“Ini kan aneh. Secara verbal semangat RUU ini adalah untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk angkatan kerja lokal namun di sana-sini banyak pasal yang justru membuka kran bagi masuknya TKA.
Di sisi lain, ketentuan bagi pekerja asing justru dipermudah seperti perusahaan diperbolehkan menggunakan tenaga kerja asing untuk pekerjaan yang tidak perlu keahlian khusus (unskill workers),” tegas Mulyanto.
Mulyanto mencatat ada beberapa ketentuan RUU Ciptaker ini yang sangat aneh. Diantaranya, dihapusnya syarat Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), diperluasnya ruang lingkup pekerjaan tertentu yang tidak memerlukan RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing), tidak diperlukannya standar kompetensi TKA, dihapuskan kewajiban pengadaan tenaga pendamping bagi TKA dengan jabatan tertentu, dihapusnya larangan bagi TKA untuk menjadi pengurus di lembaga penyiaran swasta, serta dihapusnya syarat rekomendasi dari organisasi pekerja profesional bagi TKA ahli di bidang pariwisata.
“Jadi wajar saja kalau para buruh kita murka dan mengancam demo meski di tengah pandemi Corona,” imbuh aleg PKS daerah pemilihan Banten 3 ini.
Mulyanto menilai kemudahan bagi investor asing yang diatur RUU Ciptaker sebagai langkah mundur dalam perbaikan sistem investasi Indonesia.
Mulyanto menganggap beberapa ketentuan investasi dalam RUU Ciptaker ini sangat longgar untuk kepentingan investor asing.
Beberapa ketentuan yang dianggap melemahkan antara lain ingin diubahnya batas maksimal ketentuan modal asing pada beberapa bidang usaha strategis. Padahal kewajiban divestasi modal asing minimal 51% ini sudah sangat sesuai dengan prinsip kedaulatan ekonomi nasional.
“Dalam praktek hari ini, kita telah berhasil membujuk perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia untuk mendivestasikan 51% dari saham mereka menjadi saham nasional. Beberapa perusahaan tambang sudah melakukan itu. Ini tentu merupakan kemajuan, yang berarti.
Nah, kenapa lagi peluang bagi asing untuk memiliki saham mayoritas kembali dibuka, dengan menghapuskan ketentuan mengenai divestasi saham minimal 51% dari perusahaan asing? Ini kan mundur,” ujar Mulyanto.
Ketentuan lain yang dinilai tidak tepat diubahnya ketentuan terkait modal asing untuk perusahaan pers, dimana sebelumnya dibatasi tidak lebih dari 20% dari seluruh modal, diubah batas maksimum kepemilikanasing pada bank umum syariah, dihapusnya ketentuan mengenai divestasi minimal 51% saham dari perusahaan asing dalam sektor pertambangan minerba, dihapusnya angka paling rendah 51% kepemilikan Negara di BUMN industri komponen utama dan/atau penunjang, industri dan/atau pendukung (perbekalan) dan industri bahan baku.
“Masalah-masalah itu harus dibahas secara komprehensif, mendalam, dan cermat oleh semua pihak yang terkait. Tidak boleh grasa-grusu dan sikap menggampangkan. Kita butuh suasana yang tenang. Masak membahas hal besar seperti ini hanya melalui rapat secara virtual.
Sebab masalah ini berkaitan langsung dengan kedaulatan ekonomi nasional dan rasa keadilan masyarakat.
Jika kita tidak seksama membahas pokok masalah tersebut, maka secara tidak langsung kita telah menggadaikan kedaulatan bangsa ini ke pihak asing atas nama cipta kerja,” ujar mantan Inspektur Jenderal Departemen Pertanian ini.
[Subhan/kontributor]