Menimbang Kebijakan MenkumHAM dalam Memilih Dirjenpas

Oleh: Suta Widhya SH, Pemerhati Lapas dan Imigrasi

Tidak ada lagi open bidding saat ini untuk mengangkat seorang Dirjen Pemasyarakatan dan Dirjen Imigrasi.
Semua tinggal ambil dari Kepolisian.
Jebret! Langsung taruh di kedua Direktorat bergengsi di lingkup Kementerian Hukum dan HAM tersebut.

Ada apakah gerangan kiranya? Beda saat Menteri YASONA menjabat di periode pertama, 2014 – 2019, masih ada _tenggang rasa_ dengan pejabat karier di kedua instansi tersebut. Yaitu, masih ada mempertimbangkan produk pendidikan dari Poltekip dan Poltekim. Mereka umumnya paling kecewa, karna kurang dianggap? Tentu bikin nggak semangat karena jenjang karier diambil oleh polisi.

Berbagai sebab bisa saja menjadi alasan mengapa seorang Direktur Jenderal di Kemenkumham dipilih dari kepolisian. Pertama, untuk meningkatkan kinerja dan disiplin jajaran direktorat tersebut. Kedua, karena Yasona juga anggota Kompolnas.

Tugas utama Kompolnas terlalu sedikit bila keberadaan nya hanya untuk memberi usulan kepada Presiden dalam memilih Kapolri. Bisa saja untuk menempatkan polisi di lingkungan Kemenkumham berasal dari Kompolnas? Maklum di Kompolnas, 3 eks _officio_ dari 9 orang anggota Kompolnas adalah Menkopolhukam, Mendagri, dan MenkumHAM.

Saat periode kedua (2019 – 2024), langit – langit karier di kedua instansi di bawah Kemenkumham ini tidak secerah langit – langit dulu. Tiba – tiba saja, Dirjenpas SBPU diganti tanpa masyarakat luas tahu apa sebabnya. Yang masuk menggantikan bukan lagi berasal dari instansi yang sama, tapi dari instansi kepolisian. Apakah ini tanda – tanda negara polisional sudah terjadi.

Saat Marzuki menjadi Plt Dirjenpas saja begitu lama mencari Dirjen tentatif. Open bidding atau lelang jabatan dilalui beberapa tahap dan cukup diminati para pengamat perlapasan, hingga akhirnya keluar sebagai pemenang Sri Budi Puguh Utami (sering disebut SBPU).

Mengapa kecenderungan menempatkan polisi di tingkat Direktorat meningkat tajam dalam 5 tahun belakangan ini? Di era Orde Baru umumnya TNI yang ditempatkan. Tapi, itu cenderung untuk menjaga stabilitas institusi. Apakah sekarang kita masih bicara soal stabilitas? Bila ya jawabannya, berarti pemerintah gagal dalam membangun kepercayaan masyarakat.

Namun, bila merujuk alasan Menteri Yasona Laoly yang beralasan bahwa kemampuan seorang perwira tinggi polisi dengan bintang dua, mari kita lihat saja dulu. Yang jelas penempatan orang eksternal belum tentu menjamin kinerja Dirjenpas lebih baik dari sebelumnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News