Oleh: Adian Radiatus
Penulis artikel politik medsos handal punya ‘follower’ puluhan bahkan ratusan ribu, Zeng Wei Jian dengan nama akun fb Ahura Mazda berturut-turut menurunkan ulasan terkait sosok Wagub terpilih Ahmad Riza Patria atau akrab dipanggil bang Ariza.
Isinya penuh gambaran konfrontatif, memberi ilustrasi destruktif kepemimpinan Anies tetapi kasih imajinasi manuver Ariza yang bakal ‘playbook’ mengenyampingkan semua langkah Anies sebagai tidak ‘klir’ menangani wabah Covid19 ini. Terlalu naif.
Dihari berikutnya ulasan ditarik ke arah adanya intrik-intrik dari apa yang disebut antek Nurmansyah Lubis. Ini sama saja menyinggung PKS. Mengherankan juga meski sebagai ‘flash back’ cerita.
PKS dan Nurmansjah sudah mengucapkan selamat pada Ariza. Tidak layak mengulas kisah pra pemilihan dengan judul “diserang lagi !!” itu.
Mendowngrade Anies untuk mengupgrade Ariza rasanya bukan style atau karakter Ariza dalam berpolitik. Apalagi Anies bukan lawan politik tetapi pimpinannya yang mesti dapat bekerjasama dengan baik dan harmonis.
Jangan seperti situasi dibeberapa daerah yang diam-diam telah terjadi dua nakhoda dalam satu perahu. Ariza bergabung untuk sinergi bersama Anies membangun Jakarta lebih cepat mencapai target-targetnya. Bukan untuk cari popularitas membuat rivalitas terhadap Anies.
Kepada kader-kader terbaiknya Prabowo senantiasa berpesan,”jangan sekali-kali kau hianati rakyatmu” dan itu bisa dilihat loyalitas dan kredibilitas Ariza pada pimpinan dan korpsnya.
Jadi terasa amat janggal dan bisa terkesan image buruk terhadap kemenangan Ariza untuk duduk di kursi DKI Dua, bila narasi yang dibangun adalah banyak friksi negatif terhadap kehadiran Ariza.
Mungkin Ahura tidak menyadari bila pendukung dan pecinta Anies semakin luas akhir-akhir ini seiring besarnya atensi penanganan wabah Covid19 ini yang ditunjukan sang Gubernur. Bahkan melintas batas kesisi luar wilayah DKI Jakarta.
Jadi bila popularitas yang hendak dibangunnya dimata Ariza, maka cara seperti itu tidak mungkin bisa menghasilkan citra yang positif. Kesan mengelus jagoan bisa terpeleset seperti menjilat, padahal tidak begitu. Bisa cialat itu kata orang asnawi.
Profesionalisme menulis artikel politik yang ditampilkan penulis dengan inisial ZWJ itu tidak diragukan lagi, kaya dengan komparasi situasi similar terkait falsafah maupun peristiwa lain terhadap topik yang diulasnya.
Bila akhir-akhir ini terasa bias arah pemikirannya yang terbaca dalam berbagai narasi artikel-artikelnya sehingga terlihat penurunan yang cukup drastis jumlah followernya yang memotong kata ribu diatas, tentu itu adalah risiko yang seharusnya sudah dipahaminya.
Apapun perubahan pandangan politiknya, satu hal yang pasti itu telah membuat jarak jauh dan patah arang pengikutnya.
Bagi penulis, apa yang ditulis itulah gambaran pribadi. Tulisan mewakili karakter, reaksi pembaca mewakili penilaian publik, seperti juri.
Dalam kaitan ulasan terhadap kehadiran Wagub DKI terpilih, Ariza, sebaiknya stop saja cara belah bambu dengan Anies. Selain tidak simpatik bagi kedua tokoh, juga mereka satu bambu utuh yang kuat untuk menopang kemajuan Jakarta. Tidak baik berupaya membelahnya.
Jadi sekali lagi Stop Belah Bambu Anies dan Ariza…