Sejak Mei 2019 Ustazah Nurdiati Akma sudah merancang untuk mengajukan gugatan class action terhadap ketidakadilan di negeri ini.
“Sebenarnya sejak Mei 2019 sudah kami bicarakan dengan kawan – kawan terkait menggunakan jalur hukum terkait ketimpangan hukum yang ada di sekitar Pilpres 2019. Namun terkendala karena saya harus menunaikan ibadah haji. Baru setelah kembali maka saya dan kawan – kawan melaksanakannya, ” kata Hj. Nurdiati Akma, Sabtu (19/10) siang di Rumah Kedaulatan, Jalan Guntur 49, Jakarta.
Nurdiati adalah salah seorang dari 9 nama penggugat Perbuatan Melawan Hukum (PMH) TERGUGAT 1 Komisi Pemilihan Umum dan TERGUGAT2 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) yang mempercayakan gugatan nya kepada Advokat Rakyat Semesta (ARS).
Moderator Suta Widhya meminta pandangannya terhadap apa yang dilakukan kantor hukum ARS yang dimotori oleh Ir. Tonin Tachta Singarimbun SH (namun tidak ditulis dalam surat kuasa gugatan).
“Saya pikir perlu ditambah pihak yang TERGUGAT, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Presiden Jokowi, misalnya,” usul Sri Bintang Pamungkas.
Ia pun memberikan ucapan salut kepada penggugat Dokter Zulkifli yang lebih fokus bicara bahwa UUD yang dipakai saat ini bukan lagi UUD 1945 asli.
Hadir hampir seratusan peserta publikasi gugatan nomor 692 Pdt/PN.JKT.PST yang didaftarkan secara on line 15 Oktober 2019 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rencana sidang perdana berlsngsung 7 November 2019.
Gugatan dimaksud sebagai pencerahan kepada khalayak ramai bahwa tidak ada kata terlambat untuk membenahi negeri ini. Meski Minggu (20/10) sore akan ada pelantikan Jokowi dan Ma’ruf Amien sebagai Presiden dan Wapres RI 2019-2024 acara publikasi gugatan tetap dilaksanakan, karena tujuan nya agar negara berjalan berdasarkan hukum.
Kelima pengacara dari Advokat Rakyat Semesta terdiri dari Julianta Sembiring SH, Nikson Siahaan SH, Fitrijansjah Toisutta SH, Abdul Gani Marasabessy SH, dan Suta Widhya SH