Dua Tahun Berlalu, Lieus Sungkharisma Pertanyakan Tuduhan Makar pada Sejumlah Aktivis

Tahun 2016 sejumlah tokoh pro demokrasi ditangkap dan dituduh melakukan makar di sejumlah tempat, di Jakarta. Para tokoh itu tak hanya diperiksa, tapi ada pula yang sempat diborgol dan dijebloskan ke penjara. Namun dua tahun berlalu, hingga kini kabar atas tuduhan makar itu tak pernah terdengar lagi.

“Apakah kasusnya di SP3 atau hilang begitu saja, tak jelas,” ujar koordinator Forum Rakyat, Lieus Sungkharisma pada wartawan.

Seperti diketahui, usai aksi umat Islam pada 25 November dan 2 Desember 2016 sejumlah tokoh pro demokrasi dan sejumlah mahasiswa ditangkap dan ditahan pihak kepolisian dengan tuduhan perbuatan makar dan penghinaan terhadap presiden.

Di antara para tokoh itu adalah Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Adityawarman, Firza Husein, Eko, Alvin, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Ustadz Muhammad Al Kahttath, Zainuddin Arsyad, Dikho Nugraha, Andre Zainuddin dll.

Meski sejumlah orang yang ditangkap itu kemudian dibebaskan, ironisnya, kata Lieus, sampai hari ini tak jelas bagaiamana kelanjutan kasus tuduhan makar itu dan bagaimana status mereka sebagai tersangka. Terutama terhadap Sri Bintang Pamungkas.

“Padahal tuduhan makar itu tidak main-main lho. Makar itu upaya menggulingkan pemerintahan yang sah. Jadi, kalau sampai kini status hukum mereka yang dituduh melakukan makar itu tak jelas, kasihan mereka sebagai warga negara,” ujar Lieus.

Menurut Lieus, sejak reformasi bergulir belum pernah ada presiden yang menangkapi aktivis sekalipun mereka bersuara sangat kritis.

“Bahkan selama sepuluh tahun pemerintahan SBY, tak satupun aktivis yang bersuara keras ditangkap.

“Baru di masa pemerintahan Jokowi ada aktivis yang ditangkap dan ditahan dengan tuduhan melakukan perbuatan makar,” katanya.

Karena itulah Lieus meminta pemerintah, dalam hal ini Menkumham, Kapolri dan Jaksa Agung, menjelaskan status orang-orang yang sempat dituduh melakukan makar itu.

“Bukan saja agar status hukum mereka menjadi jelas, tapi juga agar rakyat tau duduk perkara sebenarnya atas tuduhan makar yang disangkakan pada mereka,” katanya.

Sebab, tambah Lieus, menggantung status hukum warga negara atas tuduhan yang tidak bisa dibuktikan di pengadilan, itu termasuk pelanggaran HAM berat.

“Ingat lho, tuduhan sebagai tersangka pelaku perbuatan makar itu tidak hanya berdampak pada pribadi si tertuduh, tapi juga pada keluarganya. Tuduhan itu akan menimbulkan beban psikologis yang berat pada keluarga,” katanya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News