Oleh : Nazar El Mahfudzi
Mahasiswa Pascasarja Hubungan Internasional UMY
Menekan angka kemiskinan dengan cara menaikan dana bantuan sosial, terutama Program Keluarga Harapan (PKH), dalam Rancangan APBN 2019 menuai polemik.
Polemik antar dua kubu opsisi dan petahana mempersoalkan kenaikan anggaran berpotensi bermuatan “politis dan money politic”, semata-mata demi mengerek citra Jokowi jelang Pilpres 2019.
Pemerintah mengusulkan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp381 triliun. Anggaran itu mengalami peningkatan sekira Rp94 triliun dibandingkan APBN 2018 yang hanya Rp287,7 triliun.
Anggaran PKH pun mengalami kenaikan dua kali lipat, dari Rp17,1 triliun dalam APBN 2018 menjadi Rp34,4 triliun. Terlihat jelas peningkatan anggaran dalam Rancangan APBN jelang Pilpres 2019.
Beberapa penelitian polemik dana bansos dan hibah terdapat parameter yang bersumber dari kepentingan politik dan kebijakan elite kekuasaan:
Pertama, menambah beban hutang negara dan rentan terhadap penyelewengan penggunaan.
Kedua, dana publik melalui dana hibah dan bantuan sosial kerap digunakan petahana dalam pembuatan kebijakan atau alokasi anggaran sebagai instrumen kampanye.
Ketiga, tingginya biaya politik kampanye dalam pilkada dan pilpres menjad modus yang umum ditemukan di masyarakat dengan meningkatkan anggaran bantuan sosial dan hibah.
Hasil Penelitian Sejumlah Provinsi
di Sumatera Selatan, misalnya, masih ditemukan pengelolaan penerima bantuan hibah yang tidak berdasarkan mekanisme by name by address.
Pemberian dana hibah kepada 49 pondok pesantren, sebanyak 39 ponpes tidak disebutkan secara rinci, baik nama ponpes maupun alamatnya.
Selain itu, ditemukan pengelolaan dana hibah untuk kuliah gratis yang diberikan kepada 12 universitas dan 20 individu. Hal itu, bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011.
Penerimaan dana telah melanggar ketentuan berdasarkan Permendagri, dilarang memberikan bantuan kepada individu dan politik.
Sementara itu, di Sulawesi Tenggara terdapat pemberian bantuan hibah berupa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang belum menyampaikan laporan penggunaannya.
Penelitian penyalahgunaan bansos sejak Pilkada 2018 mendapati indikasi penyalahagunaan uang negara dan jabatan untuk kepentingan politik.
Trend kenaikan pembiayaann bansos setiap menjelang pilkada atau pilpres seolah menjadi kebutuhan wajib belanja melalui hutang .
Nilai hutang belanja negara dari bansos dalam upaya menurunkan kemiskinan tidak mencerminkan investasi yang dapat memenuhi keadilan antar generasi karena tidak mewariskan aset bagi generasi mendatang (Golden rule).