Oleh: Ustadz Dr Miftah el-Banjary
Alumni Doktor Fakultas Sastra dan Bahasa Arab Universitas Liga Arab Kairo Mesir
Saya dikirimi oleh seseorang video yang berisi pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid atau kalimat thayyibah oleh sekelompok ormas. Terlepas apa alasan pembakaran itu, seorang kawan tersebut menanyakan kepada saya, “Apa hukum membakar bendera tauhid?”
Dalam Perang Uhud, Mush’ab bin Umair mempertahankan ar-Rayah yang ia pegang hingga kedua lengan beliau putus tertebas oleh musuh, namun beliau masih terus mendekap Rayah itu dengan sisa kedua lengannya hingga akhirnya ia syahid.
Liwa’ dan Rayah Rasulullah saw. merupakan lambang akidah Islam. Pada al-Liwa` dan ar-Rayah tertulis kalimat tauhid: Lâ ilâha illalLâh Muhammad RasûlulLâh. Kalimat inilah yang membedakan Islam dan kekufuran, yang menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Dalam konteks akidah, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary seorang ulama besar abad ke-17 mengarang sebuah kitab “Fasad al-Iman” atau penyebab rusaknya iman dalam bahasa Arab Melayu.
Di dalam kitab tersebut beliau menyatakan fatwanya diantaranya seseorang dinyatakan keluar dari Islam/murtad bila dengan sengaja melecehkan, menghinakan, menistakan ayat-ayat Allah, hadits nabi shallallahu alaihi wassalam atau kalimah thayyibah dengan unsur kesengajaan dan penuh kebencian, termasuk menodai dengan kotoran atau membakarnya tanpa alasan yang jelas.
Jika dalam ranah keilmuan secara Fiqh, para ulama fiqh lebih toleran dan membuat pengeculian tentang kebolehan membakar kertas atau benda yang terdapat kalimah al-Qur’an atau kalimah thayyibah, jika dimaksudkan dalam rangka menjaga agar kalimah tersebut tidak terinjak-injak atau terhinakan. Itu pun jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Hukumnya pun makruh.
Dalam hal kebolehan ini dinyatakan di dalam kitab Fath al-Mu‘in pada hamisy (sisi kitab) I‘anah ath-Thalibin juz I halaman 69 dijelaskan, “Dan dimakruhkan membakar sesuatu yang mengandung tulisan Al-Qur’an, kecuali bila untuk tujuan seperti memeliharanya. Tetapi membasuhnya adalah lebih utama daripada membakarnya.”
Sedangkan di dalam kitab al-Mughni dikatakan sebagai berikut, “Dan dimakruhkan membakar kayu yang padanya terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, kecuali jika dimaksudkan untuk memelihara Al-Qur’an, maka itu tidak dimakruhkan, sebagaimana yang dipahami dari perkataan Ibnu Abdis-Salam. Dan dengan pengertian itulah kita memahami pembakaran mushaf-mushaf Al-Qur’an yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan RA.”
Tentu pengeculiaan ini, jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Tapi, jika tidak ada alasan yang kuat dan masih memungkinkan untuk menjaga dan menyimpannya, seperti bendera, tentu saja diharamkan karena keluar dari illat kebolehannya.
Lebih-lebih, jika ada unsur kesengajaan dan kebencian terhadap simbol tauhid tersebut persoalannya sudah diluar ranah fiqhiyyah, tapi sudah mencakup persoalan akidah yang bisa menyebabkan seseorang keluar dari Islamnya tanpa disadarinya.
Terlepas kelompok mana yang mengklaim simbol atau bendera tersebut. Persoalannya adalah di sana terdapat kalimah tauhid. Apakah jika kemudian orang Syiah menggunakan simbol al-Qur’an, apakah al-Qur’annya yang juga harus dibakar, hanya karena klaim sepihak itu?