Pimpinan Ponpes Gontor KH Hasan Abdullah Sahal provokator dengan mengatakan blusukan dari kalimat “blues shoes can’t yang diartikan sepatu biru tidak bisa apa-apa.
“Dihadapan para santri dengan menghina pejabat yang suka blusukan. Ini artinya KH Hasan provokator,” kata Koordinator Gardu Banteng Marhaen Sulaksono Wibowo dalam pernyataan kepada suaranasional melalui email, Kamis (15/3).
Menurut Sulaksono, walaupun tidak menyebut nama, publik dan santri sudah mengetahui pernyataan KH Hasan Abdullah Sahal. “KH Hasan menyerang Presiden Jokowi. Tidak seharusnya seorang kiai membuat pernyataan seperti itu,” papar Sulaksono.
Kata Sulaksono, beredarnya video tersebut justru membuat keilmuwan dan kewibawan KH Hasan Abdullah Sahal turun. “Belum lagi pidatonya yang suka mengkafirkan, dan adanya ancaman penjajahan,” jelas Sulaksono.
Sulaksono mengatakan, harusnya KH Hasan Abdullah meniru ulama-ulama sepuh seperti KH Maimoen Zubair, KH Ma’ruf Amin,Habib Luthfi yang selalu mengajarkan kesejukan dan kasih sayang.
Dalam video di Youtube berjudul “Nasehat KH Hasan Abdullah Sahal pada Milad ke-50 th Daar el-Qolam” pada menit 21.20 KH Hasan Sahal Abdullah mengkritik pemimpin blusukan.
“Saya datang ke sini, silaturahim, silatulamal, silatul ‘ara, silatul informasi, bukan sepatu biru tidak bisa apa-apa blue shoes can’t. Sekarang orang Indonesia pinter bahasa Inggris. Orang pakai sepatu biru tidak bisa apa-apa. Blue Shoes Can’t itu artinya sepatu biru tidak apa-apa,” kata Kiai Hasan.
Ia mengatakan, kita para kiai silaturahim, silatul ukhuwah islamiyah, bukan juga silatul fulus, sogok suap.
KH Hasan pun tidak takut ditangkap polisi akibat pidatonya itu. “Polisi justru saya tangkap,” jelasnya.
Ia menegaskan pondok pesantren bukan berpolitik, tetapi yang disampaikan merupakan pelajaran. “Ini pengajian biasa, yang haram-haram, yang halal halal.
Empat pilar kebangsaan itu terlalu ringan bagi pesantren. Di pondok ada puluhan pilar-pilar kebangsaan. Pancasila sumbernya pondok pesantren, UUD 45 sumbernya pesantren, NKRI sumbernya pesantren.
“Di pesantren ada toleransi, pengorbanan, kesatuan. Orang-orang yang tidak pancasilais menuduh umat Islam tidak pancasilais, maling teriak maling,” pungkasnya.