Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Rawan Infiltrasi Asing

Workshop Kajian Geo-Politik, Hankamnas dan Hukum yang diselenggarakan Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (IST)

Dosen Kajian Ilmu Maritim Universitas Indonesia (UI) Abdul Rivai, mengatakan, proyek reklamasi di Pantai Utara (Pantura) Jakarta dapat mendatangkan bencana bagi Indonesia, karena bisa menjadi pintu masuk bagi terjadinya praktik sabotase oleh negara asing.

“Di Pantura Jakarta itu sedang dibangun Giant Sea Wall, dan proyek reklamasi itu di bangun di belakangnya, sehingga antar tembok penahan gelombang laut itu dengan pulau-pulau hasil reklamasi terdapat kolam tempat lalu lintas kapal laut masuk, bersandar dan pergi lagi,” katanya dalam Workshop Kajian Geo-Politik, Hankamnas dan Hukum yang diselenggarakan Forum Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia di Hotel Sofyan, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (14/2/2018).

Dengan bebasnya kapal keluar masuk, maka Indonesia rawan dimasuki agen-agen asing untuk melakukan sabotase.

“Karena itu kalau kita bicara apakah proyek ini harus ditolak atau tidak, kita harus mengkajinya dari berbagai aspek, termasuk aspek pertahanan dan keamanan,” katanya.

Ia menambahkan, dari segi security system, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana pelaksanaan teknis keamanan proyek ini untuk mengantisipsi ancaman dari negara lain yang datang dari laut, dan seberapa kekuatan pulau buatan ini.

“Jangan sampai sebelum 10 tahun 17 pulau hasil reklamasi itu tenggelam,” katanya.

Ia juga mengingatkan soal pentingnya mengaitkan proyek ini dengan tata ruang di kawasan Pantura Jakarta, karena wilayah itu termasuk wilayah pertahanan negara yang tata ruangnya diatur dengan PP No 68 Tahun 2014, dan masuk wilayah kawasan stragetis yang tata ruangnya diatur dengan PP No 15 Tahun 2010.

Di Tanjung Priok, kata dia, ada 12 instalasi strategis, baik militer, kepolisian, imigrasi, Bea Cukai, dan lain-lain, serta banyak terdapat instalasi vital seperti instalasi PLN, jaringan kabel bawah laut, dan lain sebagainya.

D wilayah itu, tepatnya di dekat Pondok Dayung terdapat pangkalan AL.

“Tak mudah merelokasi pangkalan ini, karena menyangkut rahasia dan nilai-nilai strategis tata ruang,” imbuhnya.

Peserta workshop yang juga merupakan Ketua Presidium Ikatan Polisi Mitra Masyarakat Indonesia (IPPMI), Hans Suta Widhya, sepakat bahwa proyek reklamasi di Pantura Jakarta harus distop karena membahayakan negara, dan juga merusak lingkungan.

“Pemerintahan Jokowi yang mendukung proyek ini sepertinya tidak belajar dari sejarah, karen dulu Indonesia diserang Bangsa Mongol lewat laut,” katanya.

Ia yakin pulau hasil reklamasi dapat dijadikan tempat pendaratan bangsa asing untuk menyerang Indonesia, karena pulau-pulau itu telah dipasarkan di China dan Taiwan, sehingga bisa jadi pulau hasil reklamasi akan menjadi pulau eksklusif yang keberadaannya bahkan tak dapat dikontrol negara, sehingga akan menjadi negara dalam negara.

Maka, dengan kondisi yang demikian, kata dia, pulau-pulau hasil reklamasi akan dapat dijadikan sebagai basis kepentingan asing.

“Apalagi saat ini sudah ada jalan sepanjang sekitar 874 meter yang mengubungkan Pulau G dengan PIK (Pantai Indah Kapuk),” katanya.

Soal kerusakan lingkungan, Hans menyebut, pembangunan Pulau H saja telah merusak ladang budidaya rumput laut dan mematikan ikan-ikan di perairannya, sehingga kehidupan nelayan di sana menjadi semakin sulit.

Menurut Hans lebih lanjut, kalau IJIN PRINSIP untuk Pulau G saja ternyata belum belum di-approve namun ternyata sudah dipasarkan secara meluas kepada bangsa asing di luar negeri. “Ini terlalu aneh dan sulit dicerna akal sehat.”

Apalagi kan kita semua tahu bahwa semua pulau buatan itu berada di zona hijau.

“Beberapa tahun ke depan instalasi vital dan strategis seperti, PLTA yang berlokasi seputar Muara Angke bakal gulung tikar,” pungkas Hans.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News