Tanpa Perhitungan Cermat, Penyebab Ekonomi Jokowi Ambruk

Presiden Joko Widodo atau Jokowi (IST)
Presiden Joko Widodo atau Jokowi (IST)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tanpa membuat perhitungan cermat sehingga perekonomian Indonesia saat ini ambruk dengan indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

Demikian dikatakan pengamat ekonomi dan politik Salamuddin Daeng kepada suaranasional, Selasa (8/8). “Jokowi yakin bahwa kebijakananya tidak mungkin ditolak karena orang Indonesia sangat mengidolakannya,” ungkap Salamuddin.

Kata Salamuddin, Jokowi tanpa perhitungan cermat dan matematis menaikkan harga BBM sehingga mendorong naikknya kebutuhan lainnya.

“Padahal pada saat Jokowi mulai menjabat, harga minyak dunia tengah jatuh. Banyak negara memanfaatkan penurunan harga energi termasuk BBM adalah kesempatan untuk menekan biaya, memulihkan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat yang tengah melemah,” ungkap Salamuddin.

Menurut Salamuddin, kebanyakan orang bisa saja tertipu oleh kampanye bahwa yang memuji keberanian Jokowi menaikkan harga BBM, tapi tidak dengan sektor keuangan dan perbankkan.

“Setelah Jokowi menaikkan harga BBM, bank bank segera menaikkan suku bunga kredit mereka,” jelas Salamuddin.

Ia mengatakan, Kebijakan bank-bank yang menaikkan suku bunga kredit mengakibatkan kredit merosot. Padahal kredit yang besar baik kredit perumahan maupun kredit konsumsi merupakan penopang utama konsumsi masyarakat. Suku bunga yang tinggi mengakibatkan penyaluran kredit perbankkan merosot tajam.

“Padahal dalam satu dasawarsa terakhir, ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor konsumsi. Konsumsi ditopang oleh kredit konsumsi dan kredit properti. Tahun tahun awal Jokowi langsung ditandai sektor properti ambruk dan sektor ritel ambruk dan terus memburuk sampai dengan hari ini,” papar Salamuddin.

Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar telah mengakibatkan kualitas belanja pemerintah merosot hampir separuh dibandingkan periode sebelumnya.

“Perlu diketahui bahwa sebagian besar belanja pemerintah sendiri adalah konsumsi barang barang impor,” pungkas Salamuddin.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News