Ada dugaan Majelis Hakim dalam persidangan kasus E-KTP disuap karena tidak menyebut Setya Novanto terlibat dalam kasus tersebut.
“Dalam sidang penuntutan, jaksa menyebut ada peran Setnov, beberapa saksi juga menyebut, tetapi majelis hakim tidak menyebut. Diduga kuat majelis hakimnya disuap,” kata pengamat politik Muhammad Huda kepada suaranasional, Jumat (21/7).
Kata Huda, beberapa nama anggota DPR yang sebelumnya dalam jaksa penuntut juga tidak disebut majelis hakim dalam persidangan. “Ini menandakan kasus E-KTP melibatkan kekuatan besar yang bisa membeli hukum,” jelas Huda.
Huda mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk memeriksa majelis hakim yang memimpin sidang kasus E-KTP. “KY harus segera memerika majelis hakim,” tegas Huda.
Ia mengatakan, orang-orang yang terlibat dalam kasus E-KTP memiliki uang, jaringan dan kekuasaan. “Yang kecil hanya dikorbankan, sedangkan otak maupun kalangan orang besar mulai diselamatkan dan disamarkan,” pungkas Huda.
Majelis hakim dalam memutuskan kasus E-KTP hanya meyakini 3 orang yang diuntungkan dari korupsi Irman dan Sugiharto serta tidak menyebut Setya Novanto.
Ketiganya yakni Miryam S Haryani sejumlah 1,2 juta dolar AS, Markus Nari senilai Rp4 miliar, dan Ade Komarudin sebesar 100.000 dolar AS.
“Bahwa uang yang diterima terdakwa itu diserahkan kepada Markus Nari sejumlah 400.000 dolar AS. Uang yang diberikan bermula saat Markus datang dan meminta uang Rp5 miliar ke Irman,” ujar hakim Franky Tambuwun, saat membacakan amar putusan Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (20/7).
Hakim menyebut Setnov sebagaimana dalam putusan yang dibacakan, hanya terkait pertemuannya dengan Irman.