Tuduhan dan vonis kepada mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengandung nuansa dendam kusumat, dendam orang orang yang bisnis obat dan vaksinnya terganggu, amarah orang orang yang sedotan uangnya tersumbat.
“Vonis ke Siti Fadilah Supari ada nuansa dendam taipan Indonesia, mafia farmasi dan vaksin internasional,” kata aktivis Petisi 28 Haris Rusli Moti dalam keterangan kepada suaranasional, Selasa (6/6).
Menurut Haris, berbagai proyek imperialis yang hendak masuk ke Indonesia bertopeng kesehatan digagalkan oleh Siti Fadhilah.
“Mulai dari proyek flu burung, mega proyek vaksinasi, proyek Namru, proyek privatisasi rumah sakit pemerintah, dll. Itu pada saat Fadilah menjabat sebagai Menteri,” ungkap Haris.
Mantan Ketua Umum PRD ini mengatakan, semasa menjabat Watimpres Presiden SBY, Siti Fadilah masih terus berjuang. Bersama para aktivis melawan konsep Sistem jaminan sosial yang mewajibkan rakyat membayar.
“Tidak hanya itu, dia mendorong berbagai upaya perlawanan terhadap berbagai perjanjian internasional dan UU ratifikasi perjanjian internasional yang merugikan rakyat,” kata Haris.
Ia mengatakan, Siti Fadilah melawan mafia farmasi internasional, yang kekuasaannya melebihi negara.
“Mafia farmasi ini memperalat negara nagara maju, memperalat organisasi multilateral terutama World Health Organization (WHO), dan lembaga keuangan multilateral lainnya,” jelas Haris.
Akibat sikapnya tersebut, kata Haris, Siti Fadhila harus berhadapan secara terbuka dengan WHO. Di Indonesia para pejabat WHO memendam sakit hati karena Siti Fadilah tidak mungkin mau rapat dengan mereka, apalagi menyusun agenda bersama.
“Baginya WHO bukan refresentasi masyarakat global. WhO adalah kaki tangan segelitir pemilik perushaan farmasi, pedagang virus dan badar vaksin,” ungkapnya.
Terkait pandanganya soal WHO, Siti Fadila tidak sendiri. Banyak para pemerhati dunia selama ini menyampaikan kritik mereka terhadap agenda agenda WHO yang dikendalikan oleh mafia.
“WHO telah dilepaskan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Donor swasta adalah donor terbesar yang membiayai kerja WHO. Lebih dari 30 persen anggaran WHO bersumber dari perusahaan farmasi. Itu yang resmi,” pungkas Haris.