Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak punya prestasi dalam membangun Indonesia dan kerjanya hanya potong pita hasil dari kerja pemerintah sebelumnya.
“Presiden Jokowi datang meneruskan dan meresmikan. Mestinya hal itu juga tidak bisa diklaim sebagai prestasi Jokowi yang hanya sekedar gunting pita,” kata mantan Relawan Jokowi, Ferdinand Hutahean dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (29/5).
Ferdinand membongkar berbagai proyek Jokowi yang dianggap prestasi ternyata hanya bohong belaka.
Ia menyebut Sektor Minyak dan Gas. Pembubaran Petral yang disebut menghemat anggaran sebesar 250 M/ hari adalah bentuk lelucon yang tanpa bukti.
250 M / hari artinya dalam setahun Pertamina menghemat sekitar 91 T. Angka yang fantastis bukan?
“Menurut saya fantastis dalam kebohongan karena hingga saat ini Pertamina tidak pernah mencapai penghematan dari berbagai macam efisiensi hingga 91T / tahun. Norak nih yang bicara penghematan 250 M/hari dan ini bentuk kebohongan,” jelasnya.
Kata Ferdinand, pencabutan subsidi BBM yang nilai nya hampir 300T hingga saat ini tidak jelas peruntukannya kemana.
Bahkan untuk menutup defisit APBN setelah pencabutan subsidi, pemerintah tampak kewalahan mencari pinjaman sehingga Menteri Keuangan harus berulang kali memangkas APBN hingga ratusan trilliun. Lantas ke sektor produktif mana anggaran itu dialihkan?
“Apakah untuk membiayai blusukan dan beli sepeda? Tidak jelas. Pencabutan subsidi itu juga bukan karena Jokowi berani, tapi memang karena faktor harga minyak dunia yang terjun bebas dari diatas 100 USD / barel menjadi sempat hingga angka 35 USD / barel. Menurun hampir 70%, sehingga memang subsidi tidak layak lagi diberikan kepada BBM,” ungkap Ferdinand.
Ia mengatakan, Pemerintahan Jokowi pernah mengatakan, Perusahaan Aramco katanya akan membangun kilang minyak dan storage senilai 140 T di Indonesia.
“Saya pun bingung mencari dimana kilang tersebut dibangun oleh Aramco? Di bagian bumi mana di Indonesia Aramco bangun kilang minyak?” tanya Ferdinand.
Kata Ferdinand, adapun rencana kilang minyak di Kalimantan, itu dimenangkan oleh Rosneft dari Rusia dan belum berjalan hingga sekarang.
“Bahkan ketika Raja Saudi datang ke Indonesia, hampir tidak ada MOU yang bernilai investasi yang ditandatangani hingga membuat Presiden Jokowi (maaf) ngambek dan menggerutu dengan perasaan kesal,” jelas Ferdinand.
Ia mengatakan, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Uap yang diresmikan Jokowi di Aceh dan PLTU di Kalimantan adalah proyek yang sudah direncanakan dan dikerjakan sejak era presiden SBY.
“Presiden Jokowi datang meneruskan dan meresmikan. Mestinya hal itu juga tidak bisa diklaim sebagai prestasi Jokowi yang hanya sekedar gunting pita,” ujarnya.
Proyek itu sudah dikerjakan sejak 2013. Terkait dengan ground breaking PLTU Batang Jawa Tengah, proyek tersebut juga sudah dimulai sejak era SBY, namun terkendala pada pembebasan lahan yang belum tuntas.
Menurut Ferdinand, pada saat ground breaking oleh Jokowi, infonya belum semua lahan tuntas dibebaskan. Jadi bukan mangkrak secara tidak benar.
Selain itu, ia mengatakan, Jokowi disebutkan menghentikan dan tidak lagi memperpanjang Kontrak Freeport di Papua.
“Ini salah satu bentuk penipuan informasi publik yang sangat memalukan. Kontrak Freeport saat ini masih terus berlangsung bahkan kami meyakini akan diperpanjang pasca 2021 kontrak karya ke 2 Freeport berakhir,” papar Ferdinand.
Negosiasi saat ini justru kental dengan aroma perpanjangan kontrak bukan penghentian perpanjangan kontrak. Dan di era Jokowi jugalah ijin ekspor konsentrat meningkat tajam diberikan hingga 1,4 juta MT setelah sebelumnya di era SBY hanya diberikan 500 an ribu MT.
“Siapa yang pecundang sesungguhnya? Yang berikan ijin lebih kecil atau yang berikan ijin lebih besar? Silahkan jawab sendiri dengan persepsi masing-masing. Bebas interpretasi sesuai nurani masing masing,” pungkas Ferdinand.
2 komentar
Komentar ditutup.
Sdh di butakan mata hati oleh politik
Yg nulis artikel sama aja menghina SRI MULYANI pengatur keuangan indonesia yg sudah di akui dunia… Otak udang gak usah ngomong… Diem aja kunyuk