Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang divonis dua tahun hanya menjadi tumbal pencitraan dari Istana terlebih lagi PDIP dan Jokowi ingin menaikkan citra di Pileg dan Pilpres 2019.
“Pihak Istana dan koalisi partai di bawah pimpinan PDIP telah merelakan Ahok untuk dihukum. Hal ini dikarenakan Ahok telah dipandang sebagai kartu mati yang kurang “berguna” secara politik,” kata pengamat politik Rabitul Umam dalam pernyataan kepada suaranasional, Senin (15/5).
Kata mahasiswa pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah ini, pasca kasus penistaan Agama, elektabilitas Ahok berangsur menurun bahkan juga berimbas menurunkan citra Jokowi dan PDIP.
“Puncaknya pasca kekalahan telak Ahok di pertarungan Pilgub DKI Jakarta citra Jokowi dan PDIP semakin merosot secara nasional,” jelas Rabitul Umam.
Menurut Rabitul Umam, kekalahan Ahok di Pilgub DKI Jakarta sekaligus menjadi alarm bahaya bagi Jokowi dan PDIP yang masih menginginkan kemenangan di Pilpres 2019.
Ia mengatakan, dengan dijatuhkannya vonis hukuman 2 tahun penjara kepada Ahok, maka secara bersamaan Jokowi dan PDIP mendapat keuntungan citra atau klaim politik sebagai pihak yang menegakkan hukum secara adil dan tidak memihak.
Selain itu, Rabitul Umam mengatakan, sangat prematur tuduhan Ahoker bahwa Habib Rizieq yang menyebabkan Ahok divonis dua tahun.
“Habib Rizieq itu, dia seorang warga sipil biasa yang tidak mempunyai kekuatan politik struktural. Dia bukan pemimpin sebuah partai politik, bukan seorang pejabat kuat, bukan seorang politisi senior yang berpengaruh, bukan pula seorang penguasa kaya raya yang dapat “membeli” hukum,” ungkapnya.