Aparat kepolisian terlihat tidak adil dengan membiarkan para kader PDIP masuk Jakarta untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua dan mencegah acara tamasya Al Maidah.
“Tamasya Al Maidah dicoba dilarang, tetapi masuknya kader PDIP seluruh Indonesia dibiarkan saja oleh polisi, ini sangat aneh dan tidak adil,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada suaranasional, Jumat (23/3).
Kata Muslim, harusnya aparat kepolisian juga melarang pengerahan massa kader PDIP ke Jakarta menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. “Ini yang terlihat polisi hanya menyudutkan kelompok yang antiAhok saja,” papar Muslim.
Menurut Muslim, publik akan menilai aparat kepolisian cenderung berpihak kepada Ahok di Pilkada DKI Jakarta. “Mulai kasus Iwan Bopeng sampai pemeriksaan terhadap Anies maupun Sandi terlihat polisi diperalat Ahok,” jelas Muslim.
Surat itu berisi perintah agar kader-kader partai berlambang kepala banteng di luar daerah mendatangi ibu kota sejak 10 Maret hingga hari pencoblosan putaran kedua pilkada, 19 April 2017.
Surat yang belum terkonfirmasi keabsahannya itu, beredar setelah fenomena ajakan “tamasya Al Maidah” yang intinya juga sama, memobilisasi warga luar Jakarta untuk mendatangi TPS-TPS saat putaran kedua pilkada.
Selain itu, Wakapolda Metro Jaya Brigjen Suntana mengimbau masyarakat tidak mengikuti “Tamasya Al Maidah” untuk menjaga tempat pemungutan suara (TPS) saat pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran kedua pada 19 April 2017.
“Kami imbau kami larang, enggak usah itu dilakukan,” kata Suntana, di Mapolda Metro Jaya, Selasa (21/3/2017).