Sesuai kebijakan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang ditekan oleh Presiden Jokowi di Papua merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan untuk mewujudkan sila kelima Pancasila sekaligus mendorong perekonomian Papua ke arah yang lebih baik.
Namun, dalam praktiknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyadari, untuk mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar untuk menyalurkan BBM tersebut ke wilayah Papua yang masih sulit dijangkau oleh layanan transportasi umum.
Dirut Pertamina, sebagaimana yang sebelumnya dilaporkan bila kebijakan tersebut diterapkan di Papua, maka Pertamina akan menderita kerugian sebesar Rp 800 miliar. Meskipun demikian, Presiden Jokowi bertekad untuk mewujudkan kebijakan tersebut dan menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya.
Diketahui salah satunya solusinya yang disebutkan Presiden ialah dengan melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.
“Saya sampaikan, ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah Rp800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu Rp6.450 per liter untuk premium,” sebut Jokowi seperti yang disampaikan Tim Komunikasi Presiden, Selasa (18/10/2016).
Presiden Jokowi juga meyakini, Pertamina pasti mampu mengemban tugas ini dengan baik melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan yang ada. Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.
“Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memperoleh hak-hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM,” lanjutnya.
Tentunya upaya mewujudkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat tersebut tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah dan BUMN saja, tapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah daerah misalnya, Presiden meminta pemerintah daerah untuk turut berperan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan.
“Kadang-kadang kebijakan itu pelaksanaan di lapangan tidak diikuti. Bisa terjadi salah pengertian. Kapolda di sini juga harus ikut mengawasi betul-betul harga itu memang sampai di masyarakat,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, Presiden jokowi juga meminta Pertamina untuk menyoroti harga BBM di tingkat penyalur dan pengecer. Presiden tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga yang terlalu besar bila BBM tersebut telah sampai di tangan masyarakat.
“Saya juga titip, harga di APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) saya harapkan juga sama ketika sampai di masyarakat. Jangan sampai nanti dibeli segelintir orang untuk dijual lagi dengan harga yang berbeda. Itu yang saya tidak mau. Harganya harus harga di masyarakat, jadi cara penyalurannya harus benar,” pungkasnya.