Israa Othman, Alaa Othman dan Doha Othman mereka adalah para remaja kembar berusia 18 tahun asal Tulkarem, Tepi Barat, Palestina tahun ini kuliah di satu kampus yang sama dengan jurusan berbeda, Universitas Birzeit, dekat Ramallah.
Bahkan mereka bersekolah selama 18 tahun di kelas yang selalu sama. Saat ini masing-masing mengambil jurusan yang berbeda, teknik komputer, teknik arsitektur dan teknik sipil.
“Ketiganya baru saja lulus dari sekolah menengah atas pada Juli lalu, dan mendaftar di program yang berbeda di universitas terkemuka Birzeit,” seperti kami kutip dari mirajnews.
“Untuk pertama kalinya kami tidak akan duduk di kelas yang sama. Mungkin ini masih memiliki dampak yang sulit pada kami. Kami memilih jurusan yang berbeda,” ucap Doha.
Alaa menambahkan, “Kami selama ini pergi ke sekolah bersama-sama, pulang ke rumah bersama-sama, belajar bersama, melakukan pekerjaan rumah bersama-sama dan bahkan duduk ujian bersama dan hampir mendapatkan hasil ujian yang sama.”
Pada ujian akhir, mereka menempati rangking teratas, dengan nilai tak jauh berbeda, Israa 96,8 yang merupakan peringkat pertama, diikuti Alaa dengan rata-rata nilai 95,1 dan Doha 94,8.
Kampus yang dipilihnya, Universitas Birzeit seperti dikatakan Wiki, merupakan sebuah universitas swasta yang terletak di Birzeit, Palestina, dekat Ramallah. Didirikan pada tahun 1924 yang bermula dari sekolah dasar untuk perempuan, Birzeit kemudian menjadi Universitas pada tahun 1975.
Universitas Birzeit saat ini menawarkan program sarjana di bidang teknologi informasi, teknik, ilmu, kebijakan sosial, seni, hukum, keperawatan, farmasi, ilmu kesehatan, ekonomi, serta program manajemen pascasarjana.
Berharap Beasiswa
Othman, sang ayah seperti disebutkan oleh Islametinfos bekerja sebagai sopir taksi, sangat berkeinginan anak-anak gadisnya dapat belajar sampai selesai, walau dengan kemampuan finansial yang terbatas.
“Saya sangat senang dengan keberhasilan anak-anakku. Namun, masalah besar adalah bahwa mereka semua akan ke universitas secara bersama-sama dan saya tidak mampu membayar biaya untuk mereka semua,” sang ayah menceritakan.
Untuk itu, dia meminta kepada Kementerian Pendidikan Palestina untuk membantu memberikan beasiswa bagi puteri-puterinya untuk memungkinkan mereka mengejar karirnya.
“Pendidikan adalah suci,” ucapnya, “dan mereka harus pergi ke universitas.”
Karena baginya, Israa, Alaa dan Doha bukan hanya “kebanggaan keunggulan” orang tua dan keluarga mereka, tapi juga bagi seluruh penduduk setempat, yang sedang mewujudkan janji masa depan menghadapi segala rintangan.
Melihat kondisi Palestina yang sampai saat ini diduduki penjajah, adalah suatu hal yang penuh dengan tantangan, yang harus dihadapi dengan keberanian dan ketekunan.
Sebelumnya mereka sempat memiliki keinginan yang sama, yaitu tertarik pada dunia kedokteran. Namun akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil jurusan berbeda.
Ditanya siapa pendukung mereka dalam prestasi di sekolahnya?
“Dukungan terkuat kami adalah dari ayah kami,” jawab mereka.
Kelak mereka pun ingin melanjutkan ke jenjang spesialis di Turki.
“Secara historis, menurut saya, negara terbaik untuk studi adalah Turki. Saya selalu tahu itu dan kelak akan menjadi yang terbaik bagi saya di sana, dan juga bagi saudara saya,” ucap salah satu dari tiga gadis kembar itu.
Mereka punya kepercayaan diri yang kuat dalam menatap masa depan bangsanya, yang harus diisi dengan manusia-manusia berkualitas.
“Untuk sebuah prospek walau harus meninggalkan rumah dan tanah air,” pungkasnya.