Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak mempidanakan kebijakan atau diskresi pemerintah sangat efektif menyuburkan perampokan, terutama di dalam Perusahaan plat merah, BUMN.
Demikian dikatakan aktivisi Petisi 28 Haris Rusly Moti dalam keterangan kepada suaranasional, Kamis (11/8).
Menurut Haris, di satu sisi Pemerintahan Joko-Kalla berusaha menggenjot penerimaan untuk menambal defisit APBN, hingga melacurkan diri melalu kebijakan Tax Amnesty. Tapi, di sisi yang lain, Presiden Joko Widodo justru menginstruksikan Polri dan Kejaksaan untuk tidak mengusut korupsi menggerogoti penerimaan negara yang bertameng kebijakan dan diskresi.
“Jika sebelumnya, penyerapan APBN terhambat oleh ketakutan para pejabat kepada penegak hukum. Maka saat ini, penyerapan APBN dapat dimaksimalkan dengan menyalurkannya ke kantong-kantong pribadi para pejabat, politisi, mafia dan kartel ekonomi,” ungkap Haris Rusly.
Haris mengatakan, perampokan terhadap APBN menemukan landasan hukumnya, yaitu salah satunya melalui kebijakan Penyertaan Modal Negara (PMN). Berbagai rekayasa proyek dilakukan untuk merampok uang penyertaan modal negara kepada BUMN.
“Sejumlah direksi BUMN yang tidak tunduk dan tidak mendukung rencana tersebut pasti diganti. Para aktivis relawan yang diangkat jadi komisaris turut menikmati keadaan tersebut, duduk manis dan berbaris rapi tanpa sikap kritis,” ungkap Hari Rusly.
Haris Rusly mengatakan, kartel bisnis dan mafia kejahatan ekonomi yang beroperasi di BUMN saat ini menyambut kebijakan Presiden Jokowi terkait PMN dan instruksi untuk tidak mempidanakan kebijakan dengan sambutan yang riang gembira.
“Kartel dan mafia ekonomi yang selama ini telah beroperasi, menguasai dan menjarah BUMN, kini kukunya makin dalam mencengkeram,” pungkasnya.