Mantan Relawan Ini Sebut Jokowi tak Bekerja untuk Rakyat dan Bangsa, Ini Buktinya

JOKO WIDODO/NET
JOKO WIDODO/NET

Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak adalah sebuah upaya haram yang dilakukan oleh pemerintah untuk menutupi lobang besar menganga APBN/APBNP 2016.

“Defisit besar demi membiayai operasional pemerintah yang bekerja entah untuk siapa dan untuk apa. Adakah rezim ini bekerja untuk rakyat? Bekerja untuk bangsa?” tanya mantan relawan Jokowi, Ferdinand Hutahean kepada suaranasional, Rabu (29/6).

Kata Ferdinand, rezim saat ini, sepertinya tidak bekerja untuk bangsa dan rakyat, karena semua indikator ekonomi menurun dan tidak mampu sekedar bertahan apalagi meningkatkannya sebagaimana janji kampanye Presiden Jokowi dan terakhir dengan istilah meroketnya.

“Untuk mencari dan mengumpulkan uang halal bagi operasional pemerintahpun rezim ini gagal dan tidak mampu. Bagaimana mungkin rezim ini bisa diharapkan akan mengangkat derajat kesejahteraan rakyat jika menutupi biaya pemerintah saja tidak mampu?” ungkap Ferdinand, 

Ferdinand mengatakan, ini ibarat kita menjaring angin dan pekerjaan sia-sia.

Penerapan Pengampunan Pajak yang berlaku hanya 9 bulan terhitung Juli 2016 hingga Maret 2017 adalah upaya frustasi pemerintah yang memang hanya mampu memimpin dengan janji kosong.

“Sebuah fatamorgana yang terlihat karena rezim ini memang sangat haus dan lapar serta lelah blusukan, namun lelahnya untuk apa tidak jelas karena ternyata ekonomi nasional dan masyarakat semakin terpuruk,” jelas Ferdinand.

Ia mengatakan, pengampunan pajak ini tidak lebih dari ekspresi nyata sebuah brutalisme kejiwaan, brutalisme pemerintah karena menjadikan yang haram jadi halal, menjadikan penjahat jadi pahlawan, melegalkan yang tidak legal dan menjadikan bangsa ini bangsa yang permisif terhadap kejahatan ekonomi.

“Bukankah semua itu menunjukkan bahwa rejim ini punya jiwa yang brutal dengan membuang norma-norma agama dan kepatutan untuk mendapatkan uang demi membiayai mimpi kosong rezim ini?  Sungguh tax amnesty ini adalah bukti nyata sebuah brutalisme kepemimpinan,” pungkasnya.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News