Langkah Presiden Jokowi yang melakukan kunjungan ke Hambalang sebagai langkah yang salah apabila disertai tujuan tertentu. Yakni memukul balik atas berbagai manuver yang dilakukan Ketum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.Bagaimanapun, menurutnya tanggungjawab SBY sebagai pemimpin Indonesia secara otomatis berhenti pada saat Jokowi dilantik menjadi Presiden. Sejak itulah tanggungjawab memimpin negeri ini berpindah ke pundak Jokowi.
Demikian dikatakan Sekretaris Humanika, Sya’roni dalam keterangan kepada suaranasional, Sabtu (19/3). “Maka sudah menjadi tugas presiden baru untuk menjaga seluruh aset negara, termasuk komplek olahraga Hambalang,” terang Sya’roni.
Dengan terbengkalainya komplek olahraga Hambalang, lanjut dia, secara langsung membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi lalai menjaga aset negara. Disisi lain, Presiden Jokowi tidak dibenarkan melakukan tebang pilih dalam meneruskan proyek-proyek rejim lalu. Misalnya meresmikan Tol Cipali tetapi menelantarkan Hambalang. Padahal keduanya sama-sama proyek peninggalan rejim lalu.
Idealnya, tambah Sya’roni, semua proyek rezim lalu diteruskan hingga tuntas. Tetapi kalau memang tidak berkenan bisa dijual, namun tidak boleh ditelantarkan. Alasan korupsi tidak tepat dikemukakan sebagai argumen untuk menelantarkan Hambalang. Karena kasus tersebut telah diproses secara hukum dan negara juga sudah menyita aset-aset para pihak yang dianggap terlibat korupsi.
Penelantaran Hambalang lebih tepat dianggap sebagai kelalaian Menpora. Presiden Jokowi sebaiknya meminta pertanggungjawaban Menpora. Itu akan lebih elegan dari hanya sekedar geleng-geleng.
“Kalau Presiden Jokowi bermaksud membalas kritik SBY, bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih elegan. Misalnya menggenjot pertumbuhan ekonomi sehingga bisa melompati capaian rezim SBY,” jelasnya.
“Tim politik Jokowi janganlah menjerumuskan Jokowi pada suatu tindakan politik yang tidak cerdas. Jangan sampai Presiden Jokowi seakan menepuk air didulang, terpercik muka sendiri,” jelas Sya’roni.