Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (Jari 98) memandang rezim Jokowi-JK telah sukses menciptakan sejarah di Indonesia, karena dianggap kerap melakukan intervensi hukum dan membikin kegaduhan politik ditengah ekonomi dalam negeri sedang terpuruk.
“Aneh bin ajaib, dinegeri ini baru kali pertama, Indonesia dipimpin oleh Jokowi-JK sebagai ‘Kepala Pemerintahan’ sekaligus ‘Kepala Negara’ yang menoreh predikat ‘Presiden dan Wapres’ yang tak paham dengan ilmu hukum tata negara dan ilmu komunikasi politik sepanjang berdirinya Indonesia di mata dunia Internasional. Ini adalah yang tergoblok,” demikian disampaikan Ketua Dewan Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, Senin (5/10/2015).
Sebelumnya, peristiwa intervensi hukum itu di awali saat Kepolisian menetapkan status tersangka atas Ketua dan Wakil Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, termasuk bekas Wamenkumham Denny Indrayana dalam kasus gate payment. Abraham Samad ditetapkan sebagai tersangka karena pemalsuan dokumen, sementara Bambang Widjojanto ditetapkan tersangka oleh Bareskrim diduga telah melakukan pengerahan saksi palsu.
Dikatakan Willy, rezim Jokowi-JK kerap menjadikan institusi Polri sebagai bantalan penutup aib dan dosa sebagai pengalihan issue ditengah Rupiah terpuruk atas Dollar, dan masyarakat dihadapkan pada gejolak sosial yakni PHK massal yang akan terjadi hampir ditiap pelosok negeri.
“Harusnya kinerja Polri itu di apresiasi bukannya malah korps baju coklat itu terus di kriminalisasi oleh rezim Jokowi-JK,” ungkap dia.
Willy melanjutkan, harusnya Jokowi memahami bahwa Presiden itu adalah jabatan politik, dan hukum adalah bagian dari produk politik. Lanjut aktivis 98, kasus Samad dan BW itu sudah P21, maka itu domainnya adalah Pengadilan, bukan berarti Jokowi mengamini para akademik di Solo Jateng beberapa hari lalu agar kasus BW itu di SP3 alias dihentikan penyidikannya.