Kiai NU yang juga Asisten Profesor antropologi di King Fahd University of Petroleum and Minerals di Dhahran, Saudi Arabia mengatakan tidak antipati terhadap komunis. Kiai NU itu bernama DR KH Sumanto Al Qurtubi MA.
“Saya juga tidak antipati dengan komunis, meski kakekku menjadi korban kebrutalan mereka. Tapi kampanye masif anti-komunis yang menggelora dewasa ini saya rasa berlebihan,” ungkap Kiai Sumanto di akun Facebook-nya.
Kata Kiai Sumanto, PKI sudah mati sejak puluhan tahun silam dan susah untuk “dibangkitkan dari kuburnya”. Jangankan PKI yang para pemimpinnya sudah dimusnahkan, para pemikirnya sudah diisolasi, dan para anggota partainya sudah diganyang di mana-mana.
“Partai Islam Masjumi yang para pentolannya masih banyak yang segar-bugar, kaum intelektualnya masih sehat wal afiat, dan penggemarnya juga masih lumayan banyak juga tidak mampu untuk bangkit lagi,” jelas Kiai Sumanto.
Kata Kiai Sumanto, ideologi Komunisme juga sudah sekarat, hidup segan mati tak mau, dibabat habis oleh rival-rivalnya, terutama Kapitalisme dan Islamisme. Pula, hampir semua negara-negara “berbasis komunis” sudah bangkrut.
“Mungkin hanya Kuba dan Korut saja yang masih setia dengan Komunisme meski rakyatnya sudah bosan dan kerojotan karena hidup menderita dalam kemiskinan dan keterbelakangan serta muak melihat para pemimpin komunis yang korup dan kejam,” ungkap Kiai Sumanto.
Kiai Sumanto mengungkapkan, Uni Soviet sebagai negara pengekspor utama Komunisme yang didirikan pada 1922 oleh Vladimir Lenin sudah berantakan sejak revolusi tahun 1991 yang menyebabkan negara ini pecah berkeping-keping menjadi lima belas negara-negara kecil idependen.
“Dengan tumbangnya Uni Soviet, lambang “Palu Arit” pun ikut-ikutan lenyap dikubur bersama “kuburan majikan”-nya. Rusia sebagai “pewaris utama” Uni Soviet tidak memakai lambang “palu arit”, dan memang negara ini tidak lagi dipimpin oleh partai tunggal Komunis melainkan sistem multi-partai,” ungkapnya.
Lanjutnya, China kini juga menjadi “negara gado-gado” setengah komunis setengah kapitalis. “Sejak kepemimpinan Deng Xiaoping, negara Tirai Bambu ini mengikuti sistem perekonomian model kapitalis yang bertumpu pada kekuatan pasar,” pungkas Sumanto.