Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais sejak dulu bersikap tidak konsisten.
“Pada 1998, ketika digadang-gadang para tokoh Islam eks Masyumi untuk memimpin partai baru bernuansa Islam yang sedang digagas, Mas Amien menolak. Ia memilih membuat partai baru yang berazas nasionalis sekuler. “Saya tak ingin memakai baju yang kekecilan,” ujarnya saat itu,” ungkap wartawan senior Hanibal Wijayanta di akun Facebook-nya, Kamis (3/9).
Kata Hanibal Amien lalu membentuk partai bernama Partai Amanat Nasional (PAN). Meskipun digadang-gadang akan meraup suara maksimal, perolehan suara PAN tidak mencapai 7 persen. Pada pemilu selanjutnya, perolehan suara PAN pun tak pernah beranjak naik, dan justru semakin lama semakin menurun.
“Saya menilai, suara PAN kurang dari 7 persen karena sebagian kaum muslimin ragu memilih PAN karena tak berazas Islam. Sementara, kalangan non muslim menilai langkah Mas Amien membentuk PAN hanya sekadar strategi bekas Ketua PP Muhammadiyah itu untuk meraih kuasa,” ungkap Hanibal.
Menurut Hanibal, mereka memperkirakan, jika telah memperoleh kekuasaan, Amien akan kembali ke kebiasaan lamanya. Maklumlah, selama ini Mas Amien dikenal sebagai tokoh muslim bersuara keras.
“Menurut pendapat saya, manuver terakhir PAN hanya akan semakin menggembosi konstituen dan bahkan mengkerdilkan PAN,” ungkap Hanibal.