Salah satu pelanggaran nyata Presiden Jokowi terhadap UUD 1945 dan putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU 25 Tahun 2007 tentang Migas adalah melakukan pencabutan subsidi Premium.
“Lebih parah lagi bahwa pelanggaran tersebut tidak dipandang krusial oleh DPR RI. Dengan demikian kedua lembaga negara tersebut telah secara nyata nyata melanggar konstitusi,” kata pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam keterangan kepada intelijen, Kamis (30/7).
Kata Salamuddin, Kebijakan Presiden Jokowi mencabut subsidi premium pada satu sisi, namun menetapkan harga tertinggi premium pada sisi lain telah menyebabkan Pertamina mengalami kerugian.
“Sepanjang Januari sampai dengan Juni Pertamina mengalami kerugian sedikitnya Rp. 12 triliun. Dengan demikian maka Presiden dan DPR secara sengaja berkonspirasi untuk membangkrutkan BUMN terbesar yang menjadi sandaran ketahanan energi nasional,” papar Salamuddin.
Salamuddin mengatakan, harga premium dipermainkan oleh Presiden seperti yoyo, kadang dinaikkan kadang diturunkan, alasan yang dipakai adalah harga mengacu pada harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
“Akibatnya ekonomi rakyat bergejolak, inflasi tinggi, daya beli masyarakat kian merosot, industri manufacture ambruk karena mahalnya ongkos produksi dan semakin tidak mampu bersaing dengan barang barang impor,” jelas Salamuddin.
Kata Salamuddin, kebijakan menghapus subsidi energi yang membawa dampak naiknya harga energi termasuk listrik, gas, merupakan sumber utama kenaikan harga harga, ongkos transportasi dan melemahnya daya beli masyarakat.
“Hal ini secara resmi telah diakui oleh BPS dan BI. Jika pelemahan ini berlanjut maka ini akan membawa dampak lebih jauh pada krisis keuangan dan krisis ekonomi nasional,” pungkas Salamuddin.