Prediksi Putusan MK akan Menolak Permohonan 01 dan 03

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Prediksi dibuat berdasarkan fakta (realita), sedangkan ekspektasi dibangun atas harapan (idealita). Membangun prediksi, berarti mengaitkan berbagai fakta dan peristiwa di masa lalu dan masa kini, dengan berbagai pengetahuan dan informasi pelengkap, lalu memproyeksikan keadaan di masa depan.

Sementara ekspektasi, biasanya dibangun atas kondisi idiil yang diharapkan. Selalu terikat dengan norma, jika ada fakta sebagai rujukan, maka fakta diharuskan tunduk pada norma.

Prediksi putusan MK, akan menolak seluruh permohonan dari para pemohon. Ekspektasi yang diinginkan, menerima dan mengabulkan permohonan.

Dasar putusan MK akan menolak permohonan, baik yang diajukan oleh kubu 01 maupun kubu 03 adalah sebagai berikut:

Pertama, materi kecurangan Pilpres 2024 adalah materi politik. Sementara MK adalah lembaga hukum. Otoritas hukum ada dibawah kendali politik, karena hukum dalam sistem sekuler adalah produk politik.

Jadi, MK tidak mungkin melampaui realitasnya sebagai lembaga hukum, bukan lembaga politik (kekuasaan). Semestinya, penyelesaian kecurangan politik diselesaikan secara politik oleh otoritas politik, yakni melalui hak angket di DPR RI.

Kedua, kecurangan Pilpres 2024 memiliki kualifikasi TSM (Terstruktur, Sistematis dan massif). Itu artinya, desain menang curang sudah dirancang sampai di MK. Karena puncak Pemilu bukan di keputusan KPU, melainkan putusan MK.

Jadi, aneh saja meyakini kecurangan TSM tapi masih berharap ada kejujuran dan keadilan dari MK. Karena mustahil pihak yang curang melupakan kendali pada MK, setelah mampu mengendalikan TNI Polri, ASN hingga jajaran kepala desa.

Apalagi, mengendalikan TNI Polri, ASN dan Kepala Desa yang jumlahnya ratusan ribu saja bisa, apa sulitnya menundukkan hakim MK yang cuma 8 biji?

Ketiga, secara politik seluruh kondisi telah menyiapkan untuk melantik presiden curang. Dukungan asing dan aseng yang diwakili Amerika dan China, juga sudah ucapkan selamat pada Presiden curang. Mau apa lagi?

Keempat, bagi MK menolak permohonan resikonya lebih kecil daripada mengabulkan. Paling hanya ada riak-riak kecil, yang sudah akan dikendalikan TNI Polri.

Soal kepercayaan pada MK? Ah lupakan. Sudah lama, MK tidak peduli terhadap hal itu, sejak tahun 2019 hakim MK yang menyatakan hanya takut kepada Allah SWT, nyatanya budak kekuasan dan oligarki. Toh, sengketa pemilu 2024 tetap dibawa ke MK meski rakyat sudah kecewa pada Pilpres 2019 lalu.

Kelima, MK sudah punya ‘prestasi’ dalam mengadili perkara sengketa Pilpres tahun 2019. Jadi, mengadopsi putusan tahun 2019 untuk menjadi substansi putusan pada tahun 2024 adalah perkara mudah. Tinggal Copy Paste.

Keenam, partai pendukung kubu 01 dan 03 juga sudah berangsur mundur, bahkan bermanuver untuk merapat ke kubu penangan. Saat demo di MK, tak ada ratusan ribu pendukung 01 di JIS dan pendukung 03 di Gelora yang hadir. Jadi, memutus menolak permohonan baik secara psikologi maupun politik itu ringan saja.

Namun, sekali lagi itu semua adalah prediksi. Karena sejatinya, ekspektasi publik menginginkan kemenangan karena kecurangan dibatalkan. hanya saja, sebagai sebuah realita politik, jarang sekali prediksi meleset atau sangat sulit memenangkan ekspektasi atas prediksi yang dibangun diatas berbagai faktor yang sulit diingkari. [].