RUU Kesehatan yang Penuh Muslihat Ini Wajib Ditolak

Oleh: Memet Hakim Pengamat Sosial, Ketua Wanhat APIB

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan telah resmi disetujui oleh DPR dalam rapat paripurna, pada 14 Februari 2023. RUU Kesehatan merupakan ini merupakan inisiatif DPR yang terdiri dari 478 pasal. RUU ini dibuat untuk melindungi rakyat dan paramedis (dokter, bidan dan perawat), terlihat tujuannya baik sekali, akan tetapi LBH Jakarta mencium Bahaya dari RUU Kesehatan ini tertuang dalam tulisannya 9 Des 2022 yang dimuat dalam portalnya (Bahaya Rencana Pembentukan RUU Omnibus Law Kesehatan: Melanggengkan Praktik Buruk Pembentukan Undang-Undang yang Tertutup dan Tidak Partisipatif (bantuanhukum.or.id). Casing RUU yang bagus dan cantik ini ternyata isinya untuk kepentingan pengusaha juga, investor Kesehatan. Jadi berobat itu dilihat dari kacamata DPR dan Menkes yang bukan dokter ini adalah bisnis semata.

Pola pembuatan RUU ini sama dengan RUU Cipta Kerja, casingnya yang cantik hanya untuk mengelabui rakyat saja, ujungnya pengusaha yang diuntungkan. Walau banyak diprotes, ujungnya tetap juga ketok palu saat rakyat lengah. Beginilah jika Kedaulatan Rakyat sudah dibegal oleh Partai. Mereka mengemis suara ke rakyat tiap 5 tahun, setelah jadi mereka berkuasa dan menindas rakyat serta bekerjasama dengan pengusaha. Jika ada partai yang menyetujui dan menandatangani RUU Kesehatan ini, jangan ragu jauhi aja, jangan pilih, karena jelas bukan untuk kepentingan rakyat..

Penyusunan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi babak baru pembentukan peraturan perundang-undangan yang cacat formil. Pasalnya, pola ini serupa dengan pembentukan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Tanggal 28 November 2022 lalu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI menyampaikan bahwa proses legislasi Omnibus Law RUU Kesehatan sedang dalam tahap penyusunan Naskah Akademik di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Padahal, sejak munculnya kabar akan adanya perencanaan, RUU ini telah mendapat penolakan dari para tenaga medis beserta organisasi profesi seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dikarenakan prosesnya yang tidak partisipatif dan tertutup. Artinya, sejumlah organisasi profesi yang seharusnya menjadi bagian penting dalam pembentukan RUU tersebut tidak dilibatkan.

LBH Jakarta bahkan mendesak sbb :
1. Presiden RI dan DPR RI berhenti melakukan praktik buruk pembentukan perundang-undangan yang tertutup, tidak partisipatif, dan tidak berpihak (otokratik) pada perlindungan dan pemenuhan HAM warga yang merupakan bentuk pembangkangan terhadap kedaulatan rakyat dalam melaksanakan kehidupan berdemokrasi
2. Presiden RI dan DPR RI untuk tidak melanjutkan proses penyusunan dan pembahasan RUU Kesehatan tanpa adanya proses yang transparan dan partisipatif sejak tahap perencanaan dan pembuatan naskah akademik sebagaimana diwajibkan Putusan MK dan UU P3;
3. Komisi IX DPR RI untuk memastikan proses perencanaan dan penyusunan RUU Kesehatan yang transparan dan partisipatif sebagaimana diwajibkan dalam Putusan MK dan UU P3.

UU Kesehatan sebagai derivat dari UU Omnibus law yang sangat merugikan bangsa Indonesia khususnya nakes termasuk para dokter. Demo sudah berjilid jilid, seperti biasa Pemerintah dan DPR tutup kuping, bahkan Menkes sudah bersiap siap mengantisipasi ketidak setujuan nakes ini dengan berbagai cara (Edaran Dirjen Yankes no HK 01.01/D/4902/2023 tertanggal 11.04.2023, tentang RUU Kesehatan). Rupanya Kemenkes menyadari bahwa RUU ini akan ditentang oleh kalangan kesehatan di Indonesia, karena agenda tersembunyi disitu. Menteri Kesehatan RI saat ini bukan dokter, tapi lukusan ITB, sehingga tidak paham bagaimana falsafah ilmu kedokteran dan bagaimana seharusnya menjaga kualitas dokter dan seluk beluk pendidikan dokter. Ini menyangkut nyawa seseorang. Dinegara manapun ada aturan yang membatasi dokter luar praktek di negerinya, mereka harus magang terlebih dahulu dan lulus ujian dari organisasi kedokteran (di negara kita namanya IDI). Bahwa terjadi birokrasi dan praktek kkn itu yang harus diperbaiki. UU Kesehatan sangat diduga untuk membebaskan kedatangan dokter dari Cina ( Dokter di RRC umumnya atheis atau menganut paham komunis, sehingga menghalalkan menggunakan organ tubuh seseorang untuk digunakan secara komersial tanpa ijin ybs). Itulah sebabnya banyak kita dengar penculikan yang diambil organ tubuhnya untuk di jual. Dokter di Indonesia tidak mungkin melaksanakan hal tersebut karena mereka memiliki agama yang sangat menghormati jiwa manusia. Orang tidak boleh dibunuh, apalagi jika hanya akan diambil organ tubuhnya.
Fraksi PKS DPR RI melalui juru bicaranya Ansory Siregar Lc, menyampaikan pendapatnya bahwa ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan pasal 236 mengenai tenaga medis dan tenaga Kesehatan warga negara asing dapat melakukan praktik pada fasilitas pelayanan Kesehatan di Indonesia dalam rangka investasi atau non investasi. Kerawanan ini terkait dengan :
1. Tenaga medis dan tenaga Kesehatan Indonesia yang sangat mungkin tersingkirkan atas nama investasi. Sangat dimungkinkan dengan dalih investasi, investor asing kemudian membawa serta tenaga medis dan tenaga Kesehatan yang berasal dari negaranya untuk bekerja pada rumah sakit atau laboratorium yang mereka dirikan.
2. Selain itu terdapat kerawanan dalam pemakaian kata investasi itu sendiri, karena ada orientasi bisnis berupa investasi dari luar negeri dalam bidang Kesehatan. Terlebih jika menyangkut teknologi canggih terbaru, yang sangat mungkin menenggelamkan rumah sakit local terutama yang dibangun tanpa modal besar. Akan terasa orientasi bisnis tersebut jika dibandingkan dengan pengaturang pad UU Tenaga Kesehatan Pasal 53 yang mengatur Tenaga Kesehatan warga negara asing.
3. Kerawanan lain dalam pasal ini terdapat dalam kata “permintaan dari pengguna”. Pengguna bisa bisa bermakna siapapun, baik perorangan maupun institusi yang dapat mendatangkan tenaga asing. Sulitnya lagi tidak ada batasan tentang hal tersebut.

RUU ini ini menurut Fraksi PKS berpotensi mengarahkan Kesehatan rakyat Indonesia kepada mekanisme pasar yang cenderung menguntungkan pemilik modal.

Jika ada therapi yang dianggap unggul di RRC atau di negara manapun, cukuplah mengirimkan dokter Indonesia untuk belajar disana. Yang pasti secara umum akhlak dokter RRC berbeda dengan ahlak dokter di Indonesia. Itulah sebabnya kenapa dikter asinmg haru ditolak dan Menteri Kesehatan harus diambil dari seorang dokter.

Kompas.com News Nasional. 28/11/2022 menulis, bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membeberkan 3 poin dalam RUU Kesehatan yang membuat mereka menolak pembahasan yakni :
1. Proses terbitnya sebuah regulasi dalam hal ini Undang-undang. Harus mengikuti prosedur yang
terjadi yaitu terbuka transparan kepada masyarakat,”
2. Ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan melalui RUU Kesehatan Omnibus Law.
3. Adanya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan
rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR).

RUU Kesehatan yang digagas DPR itu tidak ada urgensinya bagi negara dan bangsa Indonesia, RUU ini hanya berguna untuk investor dibidang Kesehatan, tapi merugikan rakyat Indonesia. Oleh karena 5 organisasi profesi kesehatan yaitu IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menggelar aksi damai bersama di depan Gedung DPR Republik Indonesia, Senin (28/11/2022), menolak pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law. Sejak Indonesia di proklamasikan baru pada rejim ini ada demo nakes bergabung Bersama.

RUU usulan DPR yang dikuasai oleh partai ini terkesan sembunyi2, tertutup dan terburu-buru. Agenda tersembunyi. dalam pembahasan RUU Kesehatan ini jelas sekali membuka pintu tenaga medis asing (baca China) dan menghapus peran IDI. Tujuannya penolakan RUU ini tentu saja untuk keselamatan pasien dan rakyat pada umumnya.

Setidaknya ada 11 Alasan Kenapa RUU Kesehatan harus Ditolak menurut Prof.dr.Zainal-Muttaqin (Ahli bedah saraf, dari Fakultas Kedokteran Undip), Kumparan.com/ (4/6/2023) yakni :
1. Tidak pernah ada studi terkait kebutuhan tenaga dokter yang disusun atas landasan situasi negeri dengan ribuan pulau dengan profil demografi sampai sosiokultural hingga keragaman infrastruktur yang amat berbeda dari satu wilayah dengan lainnya.
2. Bisa jadi dokter di Indonesia adalah orang-orang yang paling sibuk, karena pekerjaan dokter memberikan jasa kepada pasien tidak dibatasi oleh jam kerja, apalagi bila berhadapan dengan kasus gawat darurat yang mengancam jiwa.
3. Naskah akademik dan draft RUU yang “tidak jelas” : Siapa yang Menyusun ? Baleg tidak pernah menyiapkan dan tidak ada tim yang menyiapkan RUU ini, dan Menkes terkesan pura-pura tidak tahu draf resmi RUU Kesehatan.
4. Jubir kemenkes melakukan kebohongan publik soal anggaran yang hilang. kewajiban konstitusi negara ini adalah meningkatkan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan rakyat, (Pasal 34 ayat 3 UUD 1945 tentang kewajiban negara untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas). Tap MPR No.10-2001 jelas menyebutkan kewajiban pemerintah menyediakan anggaran kesehatan 15% dari APBN. Selain itu, ketentuan tentang mandatory spending juga tertuang pada UU No 36-2009, ps 171.
5. Menkes sering mengungkapkan banyaknya WNI yang berobat ke luar negeri sehingga ratusan trilliun devisa negara harus hilang, sehingga perlu mengundang Tenaga Kesehatan dari luar negeri melalui skema investasi (Baca China). Ini pola pikir yang sesat.
6. Masih buruknya indikator kesehatan masyarakat, seperti misalnya tingginya angka stunting, tingginya angka kematian ibu hamil, rendahnya capaian vaksinasi anak. Tingginya kematian pada stroke dan penyakit jantung. Ini adalah persoalan serius di mana Kemenkes seharusnya memainkan peran utama upaya pengentasan stunting. Sebagai info Kemenkes dan jajarannya digaji dari uang rakyat sedang IDI tidak dibayar, tetapi Menkes sering menunjuk IDI sebgai kambing hitam.
7. Program penyediaan 7 dokter spesialis dasar dan penunjang untuk 514 RSUD Kabupaten/Kota yang telah berjalan lebih dari 20 tahun tapi baru separuh yang terpenuhi adalah contoh lain dari kegagalan kemenkes. Alih-alih mengakui kegagalannya, terkait dengan sulitnya distribusi dokter spesialis, saat Raker di DPR, 24.01.2023, Menkes malahan menimpakan kesalahan pada IDI terkait pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR) yang harus direvalidasi setiap 5 tahun dan penerbitan Surat Ijin Praktek (SIP) yang memerlukan rekomendasi organisasi profesi. Menkes yang bukan dokter ini tentu tidak nyambung pola pikirnya, mungkin dianggap sama dengan bisnis biasa.
8. Terkait upaya kemenkes dalam melakukan sosialisasi RUU Kesehatan ini kepada masyarakat luas, dan untuk memperoleh dukungan terutama dari para dokter dan para nakes pemula, pihak kemenkes membangun banyak narasi bahwa buruknya infra struktur layanan kesehatan masyarakat bukan kesalahan pemerintah tapi biang kerok terbesarnya adalah organisasi profesi (IDI). Menkes terlalu sering mengumbar isu-isu negatif terkait IDI yang bahkan lebih sering berupa tuduhan tanpa bukti berlandaskan asumsi semata, antara lain isu tentang perbedaan kasta antara dokter dan perawat. Itulah jika Menterinya bukan dokter, sehingga pola pikirnya berbeda. IDI dianggap pesaing, bukannya organisasi yang membantu pemerintah.
9. Dari narasinya terkesan Menkes sedang memecah belah organisasi profesi para dokter dan nakes.
10. Kemenkes sebagai sebuah institusi, secara kasat mata tidak berbeda dari kementerian lain yang potensi untuk adanya kasus KKN-nya relatif besar, tidak bisa dibandingkan dengan organisasi profesi seperti IDI.
11. Disahkannya RUU ini otomatis akan membatalkan banyak UU yang masih berlaku dan beberapa keputusan MK yang seharusnya mengikat dan bersifat final. Ada akumulasi pengaturan dan tata kelola Dokter dan nakes dari hulu sampai hilir, mulai dari produksi sampai pendayagunaannya, berpotensi terjadinya KKN, juga tidak sesuai bahkan menabrak banyak prinsip-prinsip negara demokrasi sesuai konstitusi
Dalam aksi demonstrasi, (8/5/2023) kelima organisasi profesi dokter-nakes menuntut pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law untuk segera dihentikan. RUU Kesehatan yang sedang dibahas masih menyimpan banyak masalah dan agenda tersembunyi al.
1. Hak masyarakat atas pelayanan kesehatan bahwa dengan dihapusnya anggaran 10 persen dalam draft RUU, tentu akan mencederai pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk masyarakat,
2. Risiko kriminalisasi (unsur pidana sampai ancaman penjara 10 tahun) pada tenaga kesehatan jika RUU Kesehatan disahkan. Menurutnya, RUU Kesehatan dapat menimbulkan rasa takut di antara para tenaga kesehatan ketika melakukan penanganan pasien.
3. Masyarakat saat ini tidak memahami apa itu perbedaan antara resiko medis, kesalahan medis, dan kelalaian medis. Menyamakan itu dalam suatu persepsi bahwa sesuatu yang tidak diinginkan oleh dokter dan tenaga Kesehatan.
Kesimpulan dari semuanya, sangat jelas Menkes denga DPR main mata membuat RUU Kesehatan demi masuknya investasi pemilik modal asing belaka. Inilah kelemahan Menkes bukan berasal dari dokter, sehingga ilmunya tidak nyambung. Tapi memang Menteri seperti inilah yang dibutuhkan rejim sekarang untuk menyusahkan dan menindas rakyat. Selain itu ada kesan Kemenkes ingin melakukan penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, penerbitan rekomendasi dan Surat Tanda Registrasi (STR) serta ada upaya liberalisasi dan kapitalisasi Kesehatan.
Itulah sebabnya para tenaga Kesehatan dan tenaga medis yang terdiri dari 5 organisasi profesi kesehatan yaitu dari Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, dan Ikatan Bidan Indonesia tersebut secara kompak menyampaikan menolak pembahasan soal RUU Kesehatan.

Bandung, 14 Juni 2023
Memet Hakim