Dari Laskar Pelangi Menjadi Komandan Buzzer

Oleh: *Yusuf Blegur

Giring Ganesha memang terbukti memiliki suara sumbang dan tak berkualitas di panggung politik. Dengan modal pikiran yang sempit dan pengalaman cekak, vokal ketum PSI itu sekedar nyaring dan asbun tanpa isi. Si kribo Giring hanya mampu membawakan lirik-lirik permusuhan dan kebencian. Lebih parah lagi not-not kebohongan dan fitnah menyesaki lantunannya. Memimpin partai politik gurem, Giring seperti komandan buzzer dari PSI yang menjadi pasukan kecilnya yang jumawa.

Dengan Giring sebagai ketumnya, PSI berusaha mendongkrak perolehan suaranya di parlemen. Sayangnya, meski dengan segala cara, keinginan PSI rasanya akan sulit terwujud. Meski menempatkan mantan vokalis grup musik Nidji, PSI justru semakin menuai kritik dan antipati publik. Alih-alih menawarkan program kerja yang bisa menjadi solusi bagi persoalan dan krisis multidimensi bangsa. Giring bersama PSI malah produktif melontarkan narasi kebohongan dan fitnah. Sepertinya, karena sudah kehabisan akal untuk membesarkan PSI. Giring cs kini doyan panjat sosial dan membuat publik panjat marah.

Mirisnya, demi pencitraan semu dan retorika penuh omong kosong. Giring dan PSI kerapkali berusaha menjatuhkan, membusukkan dan melakukan pembunuhan karakter terhadap yang lain. Seperti tak mengukur baju di badan sendiri, namun sering menilai pakaian orang lain. PSI yang lahir dari hasil uang jajan oligarki itu ditambah pemimpinnya yang “not well educated”. Sejatinya bukan mencerminkan politisi dan partai politik yang biasa saja, bahkan jauh dari standar. Hanya membuat malu dan meredahkan karena menggunakan identifikasi inisial, dari Partai Sosialis Indonesia masa lalu dengan kepemimpinan Syahrir yang luar biasa.

Alangkah naifnya, PSI yang notabene diisi oleh orang-orang muda intelek berpendidikan tinggi, berwawasan luas dan kreatif, harus mati muda karena gagal membangun karakter nasional partainya. Bagaimana mungkin si Giring yang rada miring pikirannya dan PSI yang kerdil, bisa ikut berkontribusi dalam “a nation character building”, jika kemampuannya hanya bisa sibuk mengusili dan mencela Jakarta. Atau memang fakta fan kapasitasnya kapasitas PSI hanya sebuah partai lokal?.

Seperti kata pepatah, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Selama terus berperangai licik dan Picik. Giring dan PSI, tak ubahnya seperti rombongan konser musik dan wisata politik. Dari laskar pelangi kini menjadi Komandan buzzer dari PSI yang sering diplesetkan publik sebagai Partai Sampah Indonesia.

Penulis, *Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.