Ancaman Separatisme Papua Nyata, Menkopolhukam tak Boleh Anggap Sepele

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Ketua Persatuan Pembebasan Papua Barat atau The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda, resmi mendeklarasi Papua Barat merdeka dan memisahkan diri dari negara Indonesia. Menanggapi hal itu, Menkopolhukam Mahfud MD meminta agar warga tak perlu risau karena klaim sepihak Benny Wenda cuma disampaikan di akun Twitter pribadinya.

Mahfud juga menilai kalau negara Papua Barat yang diklaim sepihak oleh Benny Wenda hanya sebuah ilusi.

“Oleh sebab itu, rakyat tidak perlu terlalu takut. Itu kan ilusi saja. Apalagi deklarasi kemerdekaan melalui Twitter. Kenapa kita harus ribut? orang saya tiap hari Twitteran juga, tidak perlu panik,” ujar Mahfud di kantornya, Kamis (3/12/2020).

Lagipula, menurut Mahfud, wilayah Papua tidak ada dalam daftar komite 24 PBB. Komite 24 itu merupakan wilayah yang berpeluang menjadi negara sendiri.

“Dan Papua itu sejak tahun 1969 itu tidak masuk dalam daftar komite 24 PBB, komite 24 itu daftar negara-negara yang dianggap mempunyai peluang mandiri untuk merdeka, kalau Timor Timur dulu emang ada, tapi Papua ndak ada, sejak tahun 1969 itu sudah habis tak masuk.” Tambah Mahfud.

Sepertinya, Pak Menteri ini belum terlalu paham tupoksinya sebagai Menkopolhukam yang membidangi koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik, hukum, dan keamanan. Tugas koordinasi ini, mewajibkan sang Menteri melakukan deteksi dini, mengambil sejumlah kebijakan preventif dan antisipatif, agar tak ada satupun celah gangguan di bidang politik, hukum dan keamanan yang mengancam keutuhan bangsa apalagi mengancam kedaulatan negara.

Ancaman separatisme Papua bukan hanya ancaman dari Benny Wenda dengan ULMWP nya. Adapula, gerakan fisik dan senjata yang dimotori oleh TNBP – OPM. Dua gerakan ini, yakni politik dan diplomasi, juga gerakan fisik dan senjata yang dilakukan oleh ULMWP dan TNBP – OPM bertujuan sama : memisahkan diri dari kedaulatan NKRI dan mendirikan negara baru Papua Barat (West Papua) yang meliputi Provinsi Papua dan Papua Barat.

Artinya, telah ada gerakan yang nyata, bukan hanya deklarasi via Twitter yang diklaim Mahfud. Sebab, deklarasi kemerdekaan Papua Barat oleh Benny Wenda bukanlah deklarasi semu tanpa basis pergerakan. Twitter hanyalah sarana untuk mengkomunikasikan pergerakan.

Mahfud juga tak bisa menjadikan keputusan dan dokumen PBB sebagai dasar akan jaminan tiadanya ancaman disintegrasi melalui pemisahan Papua. Bukan sembarangan, jika gerakan separatisme ini berhasil ada dua provinsi yang akan lepas dari NKRI.

Politik itu bersifat dinamis, keputusan PBB juga akan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Apalagi, PBB sebenarnya corong Amerika untuk merealisasikan politik luar negeri, dengan menggunakan PBB sebagai organ internasional yang melegitimasi Polugri Amerika.

Realitas politik yang tidak boleh diabaikan adalah bahwa ini bukan sekedar gerakan ecek-ecek yang dimotori oleh ULMWP dan TNBP-OPM. Dibalik dua aktor lapangan ini, ada Inggris dan Amerika yang menjadi bekingnya.

Amerika lebih senang Papua merdeka sebagaimana Timor Leste, karena biaya menjajah Papua akan lebih ringan bertransaksi dengan rezim boneka OPM ketimbang bertransaksi dengan rezim di Jakarta. Inggris, juga ingin peran lebih sehingga saat Papua Merdeka, Inggris dapat mengajukan proposal pembagian Ghanimah (harta rampasan perang) kepada Amerika melalui antek Inggris, Benny Wenda dan ULMWP.

Sebenarnya, dengan adanya deklarasi kemerdekaan Papua oleh Benny Wenda dan ULMWP justru mengkonfirmasi tugas Kemenkopolhukam telah gagal. Sebab, sang menteri telah kecolongan dan gagal untuk melakukan koordinasi kebijakan di bidang politik, hukum dan keamanan, untuk melakukan tindakan preventif menjaga kedaulatan Negara.

Apalagi, sampai terjadi pengibaran bendera Papua Barat di Kedubes Indonesia di Australia. Ini merupakan pelecehan, tindakan yang menjatuhkan harkat, martabat dan kedaulatan Negara.

Jadi, sekali lagi Pak Menkopolhukam tak boleh anggap perkara ini sepele. Hanya mengandalkan penegakan hukum biasa berbasis KUHP. Kami segenap anak bangsa, akan mencatat seluruh pejabat yang berkuasa saat ini sebagai pengkhianat, jika kelak Papua benar-benar merdeka. [].