Membangun Lembaga Zakat tidak secara Instan

Oleh: Nana Sudiana (Direktur Akademizi, Associate Expert FOZ)

Pengukuran-pengukuran yang tak substansial, apalagi instan dan diwarnai keterpaksaan, hanya akan melahirkan kepalsuan. Hal ini pula yang kita lihat dari cara orang Jepang mendidik anak-anaknya di sekolah. Pada masa awal berproses, anak-anak Jepang diajari pada dua fokus utama, yakni pada etika dan moralitas dan pada pendidikan moral serta kebiasaan untuk hidup tertib.

Mereka sejak awal ditanamkan tentang tata cara serta berperilaku yang baik terhadap sesama, orang yang lebih tua dari dirinya, maupun yang lebih muda bahkan tidak dikenal olehnya. Tata krama pun menjadi hal yang wajib diajarkan kepada siswa sekolah dasar di Jepang. Mereka pun diajari tentang aturan di sekolah, keluarga, dan tempat umum.

Kembali pada soal gerakan zakat, bila memang ada keinginan mengajak elemen gerakan zakat berkompetisi, silakan saja tapi pastikan telah dididik dengan benar dan sungguh-sungguh serta dalam kondisi tidak ada kesenjangan kapasitas organisasi. Lakukan dulu semacam integrated course, yakni berupa kesempatan belajar bersama dengan para ahli atau expertis masing-masing.

Setelah mereka semua berkesempatan belajar, berikan juga peluang mereka membuktikan dalam lingkup yang disiapkan. Berikan mereka penugasan terbatas untuk membuktikan kemampuan terbaiknya masing-masing.

Dari sana sepakati secara bersama apa saja yang akan dijadikan tolak ukur yang akan dinilai dan nantinya diperbandingkan satu sama lain. Bila telah tertanam kesadaran bahwa soal nilai adalah bukan tujuan, maka setiap pelaku yang dinilai bisa tetap fokus pada tujuan lembaga masing-masing dan tak terpengaruh dengan hasil perlombaan. Juga akan tetap ikhlas dalam mengerjakannya tanpa berharap kemenangan.