Romo Kiai Miftachul Akhyar Tetaplah Ketua Umum MUI dan Rais Aam PBNU

Oleh: Fakhrurrozi Asnawi (Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama MUI Pusat)

Beberapa hari yang lalu, publik dikejutkan dengan surat permohonan pengunduran diri KH Miftachul Akhyar sebagi Ketua Umum MUI dipilih pada Munas MUI akhir 2020 dengan suara bulat tanpa lonjong sedikitpun demikian istilah Buya Dr.Anwar Abbas, salah satu Wakil Ketua Umum MUI.

Kegalauan Buya Anwar Abbas atas serta permohonan pengunduran diri Romo Kiai Miftach dari jabatannya sebagai Ketua MUI, tentu menjadi kagalauan dan keprihatinan para aktifis ormas Islam yang turut berkhidmat di MUI.

Saya adalah ibarat secrup kecil yg turut berkhidmat di MUI sejak 2010- sekarang, mencoba menganalisa dan merenung. Mudah-mudahan hasil analisa ini dapat sedikit memberikan sumbang saran, agar keadaan ini tidak berlarut-larut dan cepat menemukan titik temu, win-win solution.

Ya, kita semua tahu, bahwa Muktamar NU di Lampung akhir 2021 telah menetapkan KH Miftachul Akhyar sebagai Rais Aam PBNU 2022-2026.

Sebelum beliau ditetapkan sebagai Rais Aam, ada saran dari Ahlul Halli Wal Aqdi, agar Romo Kiai Miftach tidak merangkap jabatan. Tentu yang dimaksud adalah rangkap jabatan sebagai Ketum MUI. Dan Romo Kiai Miftach, sebagai sosok ulama yg tawadlu’, beliau menjawab “sami’na Wa atha’na.

Nah, surat permohonan pengunduran diri beliau sebagai Ketua Umum MUI, tentu karena beliau patuh kepada AHWA, sebuah keteladanan yang patut dicontoh, seorang ulama besar tapi tetap rendah hati dan pegang janji.

Namun timbul persoalan, apakah beliau mundur dari MUI, akan disetujui oleh pimp dan jajaran MUI, di sini masalahnya. Di Pedoman AD-ART MUI, tidak ada larangan rangkap jabatan Ketua MUI, kecuali itu jabatan publik, eksekutif, legislatif, yudikatif dan ketua parpol. Begitu juga AD-ART PBNU, infonya larangan rangkap jabatan sama dg Pedoman Rumah Tangga MUI. Itu artinya, KH Miftachul Akhyar diharapkan masih tetap ketum MUI 2020-2025 dan Rois Aam PBNU 2022-2026.

Saran saya, Pertama, hendaknya pimpinan MUI meminta waktu kepada 9 ulama AHWA untuk bersilaturrahim dan meminta agar Kiai Miftach tetap diperkenankan menjadi Ketua Umum MUI sampai akhir masa khidmat. Insyaallah, dengam silaturrahim, semua persoalan bisa dimusyawarah mufakatkan.

Kedua, MUI membuat PO secara rinci untuk mengurangi beban kerja Ketua Umum MUI dan memberdayakan secara maksimal, para wakil ketua umum dan ketua-ketua bidang. Surat-surat ke mitra kerja MUI, didistribusikan untuk ditandatatangani wakil ketua umum atau ketua-ketua.

Sekadar contoh, rapat pimpinan yang seminggu sekali, Ketua Umum MUI cukup satu kali hadir dalam sebulan, dan 3 minggu berikutnya dipimpin oleh 3 Wakil Ketua Umum MUI.

Mohon maaf Romo Kiai Miftach dan para pimpinan MUI, bila tulisan saya ini kurang berkenan.

Salam hormat.