Eggi Sudjana: Menuntut Jokowi Mundur di Pengadilan, Terobosan Hukum Membela Rakyat

Uncategorized

Menuntut mundur Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat merupakan terobosan dalam membela kepentingan rakyat.

Demikian dikatakan Ketua Umum Tim Pembela Ulama & Aktivis Eggi Sudjana Mastal dalam pernyataan kepada www.suaranasional.com, Rabu (26/5/2021). “Kami menuntut pertanggungjawaban ketatanegaraan dengan meminta Presiden mundur dan jika tidak legowo kami meminta DPR RI mengaktifkan proses pemakzulan Presiden dengan mengaktifkan hak kontrol Dewan kepada Presiden,” ungkapnya.

Kata Eggi, sejumlah kebohongan, janji-janji palsu, dan disfungsi peran Presiden Jokowi untuk merealisasikan tujuan pemerintahan adalah pelanggaran hukum, terkategori perbuatan yang melawan hukum.

Secara perdata, hal ini memenuhi unsur pembuatan melawan hukum dalam pasal 1365 Kuhperdata, yang menyatakan : “Setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut.”

Eggi mengatakan, dusta dan janji-janji palsu Presiden Joko Widodo seperti ada dana 11.000 di kantong, tidak akan utang buktinya utang menggunung yang per Desember 2020 telah melampaui angka Rp. 6000 triliun, janji tidak akan import, buy back Indosat, dan sederajat kebohongan dan janji palsu Presiden Joko Widodo.

“Klien kami sebagai bagian dari rakyat Indonesia, sangat dirugikan oleh tindakan Presiden Joko Widodo yang mengedarkan kebohongan dan janji-palsu. Karena itu, secara hukum klien kami sah menggugat Presiden Joko Widodo karena telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Karena ada kerugian yang dialami klien kami, dan sebenarnya kerugian ini juga dialami oleh seluruh rakyat Indonesia, maka klien kami menuntut ganti rugi atas tindakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Presiden. Karena persoalan kerugian tidak dapat diukur dengan natural uang, maka klien kami meminta Presiden Joko Widodo untuk mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab kerugian sekaligus pertangungjawaban jabatan.

Kata Eggi, mengenai pengunduran diri ini, hukum juga telah mengaturnya. Tap MPR No VI Tahun 2001, telah memberikan sandaran legitimasi bagi pejabat yang gagal menjalankan amanah untuk mengundurkan diri.

“Soal Presiden tidak mau tunduk, tidak mau memberikan kompensasi ganti rugi dengan mengundurkan diri, maka kami juga menggugat DPR RI. Gugatan dilayangkan agar DPR RI kembali mengaktifkan fungsinya, terutama fungsi kontrol terhadap eksekutif melalui aktifasi hak angket, hak interpelasi hingga Hak Menyatakan Pendapat (HMP),” jelasnya.