ZNT Disoal, Pajak Pratama tidak Seirama dengan Bapenda

Lamongan-Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menginginkan Zona Nilai Tanah (ZNT) sebagai acuan harga jual tanah. Hal itu dilakukan seiring rencana penghapusan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang jarang digunakan sebagai landasan jual beli.

Namun di Lamongan ZNT menjadi permasalahan yang panjang lantaran antara KPP Pratama dan Dispenda tidak satu suara dalam menetapkan standart harga. Hal ini yabg dikeluhkan Clean Governance saat audiensi bersama komisi B DPRD Lamongan, Kamis (19/19)

Audiensi yang melibatkan KPP Pratama, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan IPPAT ini berlangsung seru dan syarat emosional. Dalam penuturan audiensi dikatakan “Pasalnya Pajak Pratama menaikkan 2x lipat penghitungan nilai nya dan tidak sama dengan Bapenda. Ini kan tidak fair. Seharusnya disesuaikan dan jangan membebani masyarakat. Seperti halnya di kabupaten gresik dimana penentuan harga KPP Pratama sesuai dengan Bapenda. Sehingga bisa meningkatkan PAD nya,” ujar Nihrul bahi alhaidar selaku direktur eksekutif Clean Governance.

Ansori perwakilan Komisi B juga mengatakan “Jujur saja PAD Lamongan dari sektor itu sangat rendah sekali belum sesuai harapan Daerah. Yaa karena nilai pajak yang diterapkan KPP Pratama terlalu mahal. Dan ini harus segera diselesaikan. Banyak masyarakat yang ingin mengurus Sertifikat balik nama akhirnya tidak jadi karena persoalan itu,” katanya.

Sementara itu Kepala Kantor KPP Pratama Lamongan Anis Yudiono mengatakan “Dasar acuan penentuan harga sudah sesuai dengan aturan yang dituangkan dalam Pedoman Penilaian Bumi dan/atau Bangunan ini masuk dalam Peraturan Menteri keuangan (PMK) Nomor 208/PMK.07/2018, jadi tidak asal asalan menetapkan harga. Ini yang menjadi alasan kami,” ucapnya

“Jadi tanggungjawab KPP pratama penghitungan PPh Final atas Pengalihan Hak atas Tanah sementara Bapenda tentang dasar penghitungan BPHTB,” tambahnya.

Dalam audiensinya Nihrul Bahi Alhaidar memberi penjelasan sebagaimana dalam pertemuan antara KPP Pratama, IPPAT, BPN Bapenda Lamongan ini menjadi tindak lanjut untuk mendapatkan formula yang disepakati mengenai dasar penetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (PPh final PPHTB).

“Kondisi dilapangan terkadang muncul perbedaan penetapan dasar penghitugan kedua jenis pajak tersebut. Selama ini banyak oknum yang memberikan informasi harga (tanah) tidak sinkron, masyarakat bilang di KPP harga sekian, dan sebaliknya saat di KPP bilang harga di Bapenda sekian,” imbuh Gus Irul panggilan akrabnya.

“Harapannya ke depan adalah harga antara Bapenda dengan KPP Pratama bisa selaras. Kita akan lanjutkan audiensi ini ke depan dan kita carikan data sebagai bukti KPP Pratama sewenang wenang dalam menentukan harga yang berlindung dibalik Permenkeu,” tutupnya.(RINTO CAEM)