Yugma Foundation bersama Yayasan Rancage Manunggal Rasa melakukan silaturahmi budaya dengan pendiri Yayasan Bambu Indonesia, Ki Jatnika Nanggamiharja, dalam rangka memperkuat gerakan pelestarian budaya dan strategi mengenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi muda, khususnya generasi Z dan Alpha.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Ketua Yugma Foundation, Suherlan, Ketua Bidang Budaya Yugma Foundation, Rizky Prima Yustianto, Wakil Sekretaris Yugma Foundation, Syaeful, serta perwakilan Yayasan Rancage Manunggal Rasa, yakni Denny J. Wikartadirdja dan Yan Yan.
Dalam dialog budaya tersebut, Suherlan menekankan pentingnya pembekalan budaya Nusantara bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Menurutnya, pekerja migran bukan hanya tenaga kerja, tetapi juga entrepreneurs sekaligus duta budaya yang membawa identitas bangsa di negara penempatan.
“Yugma Foundation memandang bahwa setiap Calon Pekerja Migran Indonesia perlu dibekali pemahaman budaya Nusantara. Mereka bukan sekadar pekerja, tetapi juga representasi bangsa. Dengan bekal budaya yang kuat, mereka dapat menjadi duta, entrepreneur, sekaligus agen yang memperkenalkan nilai-nilai luhur Indonesia di berbagai negara,” ujar Suherlan.
Budayawan dan pendiri Yayasan Bambu Indonesia, Ki Jatnika Nanggamiharja, memberikan apresiasi atas inisiatif kolaboratif dalam penguatan budaya.
“Budaya itu hidup jika diwariskan. Generasi muda harus diberi ruang untuk mengalami, merasakan, dan mempraktikkan budaya, bukan hanya mempelajarinya. Inisiatif seperti ini penting agar nilai-nilai budaya tidak tercerabut dari akarnya,” tutur Ki Jatnika.
Beliau juga menekankan pentingnya pendekatan kreatif, visual, dan teknologi untuk menyentuh generasi Z dan Alpha yang hidup di era digital.
Perwakilan Yayasan Rancage Manunggal Rasa, Denny J. Wikartadirdja, menekankan perlunya ekosistem kolaboratif antar-lembaga untuk memastikan pelestarian budaya berjalan berkesinambungan.
“Kita perlu membangun jejaring dan program yang konkret. Pelestarian budaya tidak bisa dilakukan sendiri. Butuh sinergi antara lembaga, komunitas, dan masyarakat. Dengan kolaborasi, budaya bisa menjadi kekuatan bangsa,” ujar Denny.
Dari sisi pengembangan program budaya di kalangan generasi muda, Rizky Prima Yustianto menyoroti strategi pendekatan yang relevan bagi generasi kekinian.
“Generasi Z dan Alpha membutuhkan pendekatan baru. Konten visual, digital storytelling, workshop kreatif, dan aktivitas berbasis pengalaman harus dikembangkan. Tugas kita adalah membuat budaya terasa ‘dekat’ dan relevan di kehidupan mereka,” jelas Rizky.
Arah Kolaborasi ke Depan
Pertemuan ini menjadi langkah awal untuk memperkuat kolaborasi dalam pengembangan program budaya, pendidikan karakter berbasis budaya, serta pembekalan budaya bagi Calon Pekerja Migran Indonesia. Seluruh pihak sepakat untuk menindaklanjuti pertemuan ini dengan program yang lebih terstruktur dan melibatkan generasi muda secara langsung.





