Dalam sebuah pernyataan yang beredar di media sosial, pengurus Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) Jawa Timur KH Nur Ihyak menyampaikan bahwa dirinya melarang masyarakat memondokkan anak di Pondok Pesantren Lirboyo. Ia menyebut ada pesantren lain yang dianggap lebih tepat sebagai tempat pendidikan santri, seperti pesantren KH Imaduddin Utsman Albantani, KH Marzuki Mustamar, dan Pesantren Buntet di bawah asuhan Gus Abbas.
Namun yang paling memicu kemarahan publik adalah kalimatnya tentang KH Abdullah Kafabihi Mahrus. Ia menyinggung pengasuh Lirboyo itu dengan mencontohkan perjalanannya ke Tarim menggunakan sepeda motor dan menyatakan bahwa anak KH Kafabihi yang pernah nyantri di Tarim “keluar menjadi waliyullah” — sebuah narasi yang dibingkai secara merendahkan dan dianggap tidak pantas.
Bagi komunitas pesantren, khususnya kalangan Nahdliyin, Lirboyo bukan hanya institusi pendidikan. Ia adalah simbol keulamaan, pusat transmisi ilmu, tempat bersejarah yang melahirkan banyak tokoh besar, serta rumah besar tradisi keilmuan Aswaja. Karena itu, pernyataan KH Nur Ihyak tidak hanya dianggap keliru, tetapi juga dianggap menyinggung martabat pesantren dan kiai.
Pernyataan tersebut memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Alumni Lirboyo, pengurus pesantren, tokoh NU, hingga akademisi pesantren menyampaikan keberatan dan kritik.
Banyak yang menilai ucapan KH Nur Ihyak bersifat provokatif, tidak berbasis data, dan menyinggung kehormatan seorang kiai yang selama ini dihormati luas. Bahkan beberapa tokoh menyebut pernyatan itu berpotensi memecah kerukunan antar-pesantren dan antar-kiai, sesuatu yang sangat dijaga dalam tradisi Nahdlatul Ulama.
Menyadari luasnya kegaduhan, KH Nur Ihyak akhirnya menyampaikan permintaan maaf. Dalam pernyataan resminya, ia mengaku khilaf, tidak bermaksud merendahkan Pondok Pesantren Lirboyo maupun KH Abdullah Kafabihi Mahrus.
Permintaan maaf itu disampaikan secara langsung dan melalui rekaman video, menegaskan bahwa dirinya ingin menjaga ukhuwah sesama muslim dan tetap menghormati para kiai, khususnya pengasuh Lirboyo.
Ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memiliki maksud memperolok atau merendahkan KH Kafabihi, dan bahwa pernyataannya keluar di luar kendali. Ia juga meminta maaf kepada seluruh keluarga besar Lirboyo.




