Pernyataan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Chandra Hamzah, yang menyebut pedagang pecel lele di trotoar bisa dikategorikan sebagai pelaku korupsi, menuai bantahan keras dari para pedagang kaki lima di Bali.
Salah satu pedagang pecel lele yang berjualan di Jalan Dewi Sri, Kuta, Bali, Muhlisin, atau yang akrab disapa Papacheng, menolak keras pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya dan rekan-rekan sesama pedagang menjalankan usaha secara jujur dan mematuhi aturan yang berlaku.
“Kami bayar retribusi, tidak pernah ambil uang negara. Dari mana unsur korupsinya?” tegas Papacheng kepada wartawan, Senin (30/6/2025).
Papacheng menjelaskan bahwa aktivitas berdagang di trotoar memang bukan pilihan ideal, namun itu adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup di tengah tingginya biaya sewa tempat usaha di kawasan wisata. Ia juga menyebut pihaknya kerap mendapat pembinaan dari petugas Satpol PP dan Dinas Koperasi UMKM setempat.
“Kami bukan orang yang mengambil sesuatu yang bukan hak kami. Kami hanya cari makan halal. Kalau jualan di trotoar dianggap korupsi, lalu apa bedanya dengan pejabat yang menyalahgunakan wewenang dan benar-benar menguras uang rakyat?” ujarnya.
Pernyataan Chandra Hamzah sebelumnya menuai perdebatan publik. Ia menyatakan bahwa tindakan kecil seperti berdagang di trotoar tanpa izin bisa dikategorikan sebagai bentuk korupsi karena merugikan negara dan mengabaikan aturan.
Namun, banyak pihak menilai pernyataan tersebut tidak memiliki sensitivitas terhadap kondisi sosial ekonomi rakyat kecil.
Papacheng berharap, para tokoh publik dan mantan pejabat tinggi negara lebih bijak dalam memberikan pernyataan, terutama yang menyangkut kehidupan masyarakat bawah. “Jangan samakan kami dengan koruptor berdasi. Kami hanya pedagang kecil yang ingin hidup layak,” tutupnya.