Lembaga Swadaya Masyarakat Pemantau Independen Penyandang Disabilitas mencurigai adanya penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan di Yayasan Triasih, sebuah lembaga yang telah berdiri selama 56 tahun dan bergerak di bidang pendidikan dan pengasuhan penyandang disabilitas grahita. Hal ini diungkapkan oleh koordinator lembaga tersebut, Albert Silalahi, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/6/2025).
Yayasan Triasih yang berlokasi di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, diketahui memiliki fasilitas gedung megah dan asrama untuk 51 dari total 80-an anak dan orang dewasa disabilitas grahita yang mereka tampung dan didik. Namun, di balik kemegahan dan citra sosial tersebut, Albert menyebut terdapat ketidakberesan dalam sistem pengelolaan dana di lembaga tersebut.
“Meskipun Yayasan Triasih sudah 56 tahun beroperasi, kami mencium adanya ketidakberesan dalam manajemen keuangannya,” ungkap Albert.
Menurut Albert, lembaganya menemukan indikasi kuat bahwa Yayasan Triasih tidak transparan dalam pengelolaan anggaran. Ia mengungkap bahwa setiap peserta didik dibebani biaya lebih dari Rp10 juta per orang. Selain itu, yayasan juga rutin menerima sumbangan dari para donatur yang nilainya disebut mencapai ratusan juta rupiah per bulan.
“Katakanlah mereka menerapkan subsidi silang. Tapi tetap saja, kami menilai ada ketidakadilan dan penyimpangan dalam pengelolaannya,” tegasnya.
Salah satu indikator penyimpangan tersebut, lanjut Albert, adalah rendahnya kesejahteraan para karyawan yayasan. Ia menyebut, sejumlah pegawai seperti pendamping anak hanya menerima upah sekitar Rp2,5 juta meski bekerja hampir 24 jam. Juru masak hanya digaji Rp1,5 juta untuk kerja 12 jam, sementara tenaga pengajar hanya menerima Rp3 juta sampai Rp3,5 juta per bulan. Semua angka ini berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta.
“Karyawan tidak berani bersuara karena takut dipecat. Ini bukan sekadar soal upah, tapi juga soal perlakuan yang tidak manusiawi,” ucapnya.
Albert juga menyoroti kualitas makanan yang disediakan untuk para penghuni. Ia mengklaim banyak peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan karena asupan makanan yang tidak layak dan bergizi rendah.
“Pertanyaannya, ke mana aliran uang ratusan juta itu jika bukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan?” cetusnya.
LSM yang dipimpinnya mendesak agar dilakukan audit terhadap Yayasan Triasih, mengingat lembaga tersebut tidak pernah diaudit secara menyeluruh selama beroperasi.
“Karena itu kami akan membawa persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kami mendesak agar dilakukan audit investigatif untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan dana yayasan,” pungkas Albert.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Yayasan Triasih belum memberikan keterangan resmi atas tudingan tersebut. Namun, desakan dari masyarakat dan aktivis penyandang disabilitas agar dilakukan transparansi dan audit menyeluruh terus menguat.