CBA Desak Penegak Hukum Usut Dugaan Penyimpangan Proyek PTS RSUD Leuwiliang

Lembaga Center for Budget Analysis (CBA) mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera turun tangan mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan Pneumatic Tube System (PTS) di RSUD Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Proyek senilai Rp3,54 miliar tersebut sebelumnya menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat dalam laporan hasil audit tahun anggaran 2024.

Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi, menyatakan bahwa temuan BPK terkait kekurangan volume pekerjaan hingga Rp777 juta bukan perkara sepele, melainkan indikasi awal adanya dugaan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa.

“Ini bukan soal salah hitung atau kelalaian teknis. Kalau negara sudah keluar uang Rp3,5 miliar tapi ratusan item alat tidak terpasang, maka ini masuk ranah dugaan kerugian negara. APH wajib turun memeriksa semua pihak yang terlibat, dari penyedia sampai penanggung jawab anggaran,” ujar Uchok kepada media, Selasa (17/6/25).

Berdasarkan laporan BPK, pengadaan PTS di RSUD Leuwiliang dilakukan melalui sistem e-katalog, dengan CV LiJ sebagai penyedia. Namun CV LiJ bukan distributor resmi, melainkan hanya subdistributor dari PT KAS—pemegang lisensi resmi merek Sumetzberger. CV LiJ juga tidak memiliki dokumen legalisasi distributor sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan.

BPK juga menyoroti lemahnya perencanaan dan pengawasan, termasuk pemilihan merek tanpa justifikasi teknis, pengumpulan harga yang tidak akurat, serta ketiadaan rincian harga satuan yang sah. Akibatnya, ditemukan kekurangan volume sebesar Rp777.976.800 untuk 222 unit komponen yang tidak terpasang, meski telah dibayar penuh oleh pihak rumah sakit.

CBA menilai, kondisi ini harus segera ditindaklanjuti, tidak hanya oleh pihak inspektorat atau internal pemda, tapi juga oleh kejaksaan maupun kepolisian.

“Jika tidak ada tindakan hukum, ini jadi preseden buruk bagi dunia pengadaan barang publik, terutama sektor kesehatan. Negara bisa rugi terus-menerus karena pengawasan longgar, apalagi jika pemain-pemain rente tetap dibiarkan berkeliaran,” tegas Uchok.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak RSUD Leuwiliang belum memberikan jawaban atas konfirmasi resmi yang telah disampaikan redaksi terkait temuan BPK, termasuk pertanyaan soal dasar pemilihan penyedia, proses verifikasi, serta tindak lanjut atas kelebihan pembayaran sebagaimana direkomendasikan.

Sebelumnya, dalam rekomendasinya, BPK meminta Bupati Bogor agar menginstruksikan Direktur RSUD Leuwiliang untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan anggaran, memperketat proses pengadaan, serta memproses pengembalian kelebihan pembayaran ke kas daerah.

CBA menegaskan bahwa publik berhak mengetahui ke mana aliran anggaran kesehatan daerah digunakan. Jika ditemukan potensi pelanggaran hukum, maka tidak ada alasan bagi APH untuk diam.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News