Alarm Bahaya dari Salemba, dr. Roy Sihotang, MARS: Mutu Pendidikan Kedokteran Terancam

Ratusan guru besar dan praktisi kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) berkumpul di Kampus Salemba, tempat yang dikenal sebagai Kampus Perjuangan Rakyat. Mereka menggelar pertemuan akbar untuk menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait potensi bahaya dalam pendidikan kedokteran di Indonesia.

Pertemuan ini tidak sekadar seremonial. Di tempat yang penuh sejarah perjuangan ini—dari era Boedi Oetomo, Malari, hingga Reformasi 1998—para guru besar dan dokter angkat suara lantang. Mereka menyuarakan keresahan akan rencana pengaturan pendidikan profesi kedokteran yang dikhawatirkan terlalu dipengaruhi oleh kepentingan politik.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Medis dan Kesehatan Indonesia (FSPMKI), dr. Roy Tanda Anugrah Sihotang, MARS, menegaskan bahwa pengaturan pendidikan kedokteran oleh pejabat politik setingkat menteri berpotensi menciptakan masalah serius.

“Jika pendidikan profesi diatur sepenuhnya oleh kekuatan politik, kita akan menghadapi risiko seperti dalam pendidikan menengah yang kerap kali berganti kurikulum setiap pergantian menteri. Ketika ini diterapkan pada pendidikan kedokteran, mutu pendidikan menjadi taruhan, dan itu sangat berbahaya bagi keselamatan rakyat,” ujarnya, Ahad (18/5/2025).

Menurut dr. Roy Sihotang, mutu pendidikan kedokteran sangat terkait dengan keselamatan pasien. “Tenaga medis adalah produk pendidikan kedokteran. Jika kualitas pendidikan terganggu oleh kepentingan politik, yang menjadi korban adalah rakyat yang membutuhkan pelayanan kesehatan terbaik,” lanjutnya.

Para guru besar FKUI yang hadir menilai bahwa campur tangan politik dalam pendidikan kedokteran tidak hanya mengancam profesionalisme, tetapi juga integritas dunia kesehatan. Mereka meminta pemerintah mendengarkan suara para akademisi dan praktisi yang sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia pendidikan dan kesehatan.

Pertemuan ini berlangsung khidmat, diwarnai dengan seruan moral untuk tetap menjaga kualitas pendidikan kedokteran dari intervensi politik. Para peserta berharap agar penguasa mendengar alarm bahaya dari Salemba ini. Mereka mengingatkan, 27 tahun lalu, pada bulan yang sama, suara rakyat juga dikumandangkan dengan lantang saat Reformasi 1998.

“Kami berbicara karena kami peduli pada nyawa rakyat. Jika penguasa mengabaikan suara ini, dampaknya akan sangat besar bagi pelayanan kesehatan ke depan,” tegas dr. Roy Sihotang.

Kampus Salemba sekali lagi menjadi saksi perjuangan, kali ini bukan untuk menggulingkan kekuasaan, tetapi untuk mempertahankan mutu pendidikan kedokteran dan kesehatan Indonesia dari bahaya intervensi politik.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News