Dugaan Korupsi di PT Telkom Indonesia, Pakar Hukum Desak Pemeriksaan Dirut Ririek Adriansyah

Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Telkom Indonesia (Persero) kembali mencuat setelah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta menetapkan sembilan tersangka dalam perkara pembiayaan fiktif yang melibatkan sejumlah anak perusahaan Telkom. Kasus ini tidak hanya mengguncang dunia usaha, tetapi juga menyoroti lemahnya pengawasan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah kepemimpinan Menteri Erick Tohir.

Isu ini semakin mengemuka setelah pakar hukum dari Universitas Nasional (Unas), Ismail Rumadan, mendesak Kejaksaan untuk memeriksa Direktur Utama PT Telkom Indonesia, Ririek Adriansyah, guna memberikan klarifikasi terkait peran dan tanggung jawabnya dalam kasus ini.

Berdasarkan hasil penyelidikan Kejati Jakarta, modus korupsi ini dilakukan melalui skema pembiayaan fiktif dengan melibatkan sembilan perusahaan rekanan dan empat anak perusahaan PT Telkom Indonesia. Empat anak perusahaan tersebut adalah PT Infomedia Nusantara, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jakarta, Syahron Hasibuan, PT Telkom Indonesia melakukan kerja sama bisnis pengadaan barang dengan sembilan perusahaan menggunakan anggaran internal. Namun, dalam pelaksanaannya, pengadaan tersebut ternyata tidak dilakukan alias fiktif. Nilai total proyek mencapai Rp 431 miliar.

Sembilan tersangka yang ditetapkan antara lain AHMP (General Manager Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom periode 2017-2020), HM (Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom periode 2015-2017), AH (Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara periode 2016-2018), dan enam lainnya dari perusahaan mitra.

Ismail Rumadan menganggap kasus ini sebagai bentuk perampokan keuangan negara oleh oknum di PT Telkom. Ia menilai, lemahnya pengawasan oleh Kementerian BUMN menjadi celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku untuk menggasak anggaran negara.

“Tindakan ini merampok keuangan negara oleh oknum-oknum di PT Telkom yang tidak bertanggung jawab,” kata Ismail kepada wartawan, Senin (12/5/2025). Ia menambahkan bahwa pengawasan oleh Kementerian BUMN terlalu lemah, bahkan bisa saja sengaja dilemahkan agar mempermudah tindakan korupsi.

Rumadan tidak hanya mempersoalkan pihak internal Telkom, tetapi juga mengkritik tata kelola BUMN di bawah Erick Tohir yang ia sebut sangat bobrok. Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, skandal korupsi di BUMN semakin sering terjadi, dan Telkom hanyalah puncak gunung es dari persoalan tata kelola yang sistemik “BUMN adalah corporate state yang bertanggung jawab mengelola kekayaan negara, tetapi justru menjadi ladang korupsi akibat tata kelola yang buruk,” tegasnya.

Publik berharap Kejaksaan mengambil langkah tegas dan tidak pandang bulu dalam menyelesaikan kasus ini. Pemeriksaan terhadap pimpinan PT Telkom dinilai penting untuk menjawab berbagai dugaan keterlibatan oknum pada level tertinggi.

Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Tohir hingga saat ini belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan pemeriksaan Dirut Telkom. Hal ini memicu kritik dari beberapa kalangan yang menilai pemerintah tidak cukup proaktif dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan BUMN strategis.

Begitu juga, Ririek Adriansyah belum memberikan pernyataan resmi terkait desakan dari Rumadan Ismail yang meminta Kejaksaan Agung untuk memeriksa Dirut Telkom Indonesia itu.

Kasus korupsi pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia menjadi ujian serius bagi Kejaksaan dan Kementerian BUMN. Publik menanti penyelesaian yang adil, serta reformasi tata kelola BUMN agar tidak lagi menjadi ladang korupsi. Pemeriksaan terhadap pimpinan Telkom, termasuk Dirut Ririek Adriansyah, dianggap sebagai langkah penting untuk mengungkap dalang di balik praktik kejahatan yang terencana ini.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News