Oleh: Rokhmat Widodo, Pengamat Politik dan Kader Muhammadiyah Kudus
Kehadiran organisasi kemasyarakatan (ormas) seharusnya menjadi salah satu elemen penting dalam memperkuat demokrasi, memperluas partisipasi publik, dan menghadirkan solusi bagi persoalan masyarakat. Namun dalam kenyataannya, kita menyaksikan munculnya berbagai ormas yang tidak memberikan kontribusi positif, bahkan menebar keresahan, ketakutan, dan ketertiban umum. Mereka kerap disebut sebagai ormas preman.
Istilah “ormas preman” merujuk pada kelompok masyarakat yang bernaung di bawah nama organisasi, namun dalam praktiknya bertindak layaknya geng atau kelompok kriminal. Mereka sering kali tidak memiliki struktur yang transparan, tidak menjalankan aktivitas sosial atau pendidikan, dan cenderung menggunakan kekerasan sebagai alat tekanan.
Karakteristik utama ormas preman antara lain:
-
Menguasai lahan publik atau sengketa – Mereka menjadikan area-area strategis seperti parkiran, pasar, hingga tanah sengketa sebagai “lahan garapan” dengan meminta pungutan liar.
-
Menggunakan kekerasan atau ancaman – Jika masyarakat atau pihak lain menolak keberadaan mereka, tak jarang ormas ini menggunakan cara-cara intimidatif.
-
Mengaku legal atas nama kebebasan berserikat – Mereka membungkus aktivitas ilegalnya dengan klaim sebagai ormas resmi yang sah berdasarkan undang-undang.
Ironisnya, banyak ormas preman berupaya menyamakan keberadaan mereka dengan ormas besar dan historis seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, atau organisasi keagamaan dan sosial lain yang telah terbukti kontribusinya dalam pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan. Ini adalah bentuk distorsi yang berbahaya. NU dan Muhammadiyah tumbuh dari semangat keilmuan, moralitas, dan pelayanan. Ormas preman tidak memiliki fondasi ideologis dan amal sosial yang sebanding.
Fakta bahwa ormas preman bisa tumbuh dan berkembang menunjukkan adanya kelonggaran atau pembiaran dari negara. Ada dua faktor utama:
-
Ketiadaan pengawasan yang ketat terhadap izin pendirian ormas
-
Tumpulnya penegakan hukum terhadap tindakan kekerasan dan pungli
Dalam beberapa kasus, ormas-ormas preman ini bahkan “bermain mata” dengan aparat lokal, baik melalui suap maupun relasi politis. Mereka dijadikan alat untuk “mengamankan” proyek atau kepentingan tertentu, terutama menjelang pemilu atau saat konflik agraria terjadi.
Sudah saatnya negara hadir secara tegas. Kebebasan berserikat memang dijamin dalam UUD 1945, namun kebebasan itu dibatasi oleh hukum dan kepentingan umum. Pasal 28J menyatakan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang demi ketertiban umum, moral, dan hak orang lain.
Maka, pemerintah perlu melakukan:
-
Evaluasi menyeluruh terhadap semua ormas, khususnya yang tidak memiliki rekam jejak kegiatan sosial positif.
-
Pencabutan izin dan pembubaran ormas preman, melalui mekanisme hukum yang sesuai.
-
Penegakan hukum yang konsisten, termasuk penindakan terhadap praktik premanisme berkedok ormas.
Negara tidak boleh kalah oleh ormas preman. Ketika ketegasan tidak ditunjukkan, maka masyarakat akan mencari perlindungan sendiri — dan inilah yang berbahaya, karena bisa menimbulkan konflik horizontal. Kehadiran negara dalam menjaga ketertiban harus nyata, adil, dan konsisten. Ormas yang sungguh-sungguh hadir untuk masyarakat akan berkembang secara alami. Sebaliknya, ormas yang hanya menjadi topeng premanisme harus ditertibkan demi masa depan bangsa yang aman dan beradab.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News