Ramadan selalu menjadi bulan puncak dalam penghimpunan zakat. Namun Ramadan 2025 menghadirkan tantangan tersendiri bagi lembaga-lembaga amil zakat. Pelambatan ekonomi nasional yang kian terasa serta perubahan perilaku donatur menjadi faktor kunci yang mewarnai perjalanan zakat tahun ini. Di tengah tantangan tersebut, sejumlah lembaga mampu mencatatkan pencapaian luar biasa berkat inovasi dan strategi adaptif yang mereka terapkan.
Demikian hasil diskusi dalam acara Forum Literasi Filantropi Vol 29 yang diselenggarakan Akademizi bertemakan “Di Balik Angka: Apa yang Dapat Kita Pelajari dari Ramadan Tahun Ini?” dengan pembicara Sekjen Perkumpulan Organisasi Pengelola Zakat (POROZ) Angga Nugraha, Direktur Eksekutif Forum Zakat (FOZ) Agus Budiyanto, Direktur Bakrie Amanah Setiadi Ihsan, dan Direktur Edukasi dan Kemitraan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) Muhammad Ardhani, Rabu (23/4/2025).
Menurut Angga Nugraha, pelambatan ekonomi berpengaruh langsung terhadap kemampuan donasi. Lembaga Amil Zakat (LAZ) pun harus bekerja lebih keras untuk menjaga kepercayaan dan memudahkan akses donasi. Meski demikian, LAZ Persis mencatat kenaikan penghimpunan sebesar 24 persen, yang diperoleh dari berbagai strategi—mulai dari pelatihan fundraising, kemudahan pembayaran zakat secara offline dan online, hingga kekuatan jaringan masjid.
Pandemi COVID-19 menjadi titik balik digitalisasi lembaga zakat. Namun Angga mengakui bahwa digitalisasi belum sepenuhnya siap, baik dari sisi lembaga maupun muzaki. “Banyak transaksi zakat yang masih dilakukan secara manual. Donatur dari kalangan milenial dan Gen Z masih sedikit. Ini menunjukkan kurangnya edukasi dan engagement digital,” jelasnya.
Agus Budiyanto, menyampaikan bahwa peningkatan penghimpunan di tingkat nasional tidak sebesar di tingkat lokal. “LAZ lokal justru mengalami lonjakan signifikan karena mereka memulai dari angka rendah dan berhasil membangun kepercayaan masyarakat sekitarnya,” ungkapnya.
FOZ mendorong perencanaan yang matang jauh sebelum Ramadan, termasuk pelibatan amil non-fundraising, pelatihan intensif, hingga sistem monitoring harian seperti yang diterapkan oleh Rumah Zakat. Inovasi program dan variasi kanal donasi juga menjadi kunci.
Namun demikian, tantangan tetap besar. Menurunnya daya beli, terbatasnya jaringan, serta pertanyaan donatur terkait hak operasional lembaga masih menjadi hambatan.
Setiadi Ihsan, menggambarkan pendekatan unik yang dilakukan lembaganya. “Kami melibatkan karyawan sebagai relawan zakat. Mereka aktif mempublikasikan kegiatan Ramadan melalui media sosial. Ini bukan hanya soal zakat, tapi juga tentang kepercayaan dan perubahan perilaku,” jelasnya.
Pada Ramadan 2025, Bakrie Amanah berhasil menghimpun Rp13 miliar dari target Rp7 miliar, dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 75.629 orang. Kunci keberhasilan mereka ada pada pendekatan humanis—storytelling antara muzaki dan mustahik—dan integrasi program dengan kegiatan perusahaan.
IZI menghadapi tantangan yang signifikan namun berhasil mencatat peningkatan yang berarti dalam penghimpunan zakat selama bulan Ramadan tahun ini, meskipun belum mencapai target yang ditetapkan. Ardani, mengungkapkan bahwa meskipun angka peningkatan mencapai 21,7 persen, jumlah ini masih di bawah target dari lembaga.
“IZI, meskipun bukan yang terbesar dalam hal penghimpunan, tetap fokus untuk memberikan kontribusi yang berarti. Sebanyak 70 persen dari dana yang terkumpul berasal dari zakat, menunjukkan kepercayaan masyarakat pada program kami,” kata Ardani.
Salah satu strategi utama yang digunakan oleh IZI adalah pendekatan edukasi kepada komunitas dan institusi mengenai pentingnya zakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Ardani menjelaskan bahwa tren transaksi juga menunjukkan lonjakan signifikan, khususnya dalam 10 hari terakhir Ramadan yang dianggap krusial oleh masyarakat.
Namun, di balik angka-angka kenaikan penghimpunan, Ardani tidak menutupi tantangan yang dihadapi tim IZI. “Kesulitan tetap ada, seberapa pun hebatnya tim yang kami miliki. Kami terus berupaya memberikan ruang untuk aspek-aspek spiritual dalam penghimpunan, karena kami percaya hal ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat.”
IZI menawarkan Program Booking Berkah Ramadan yang setiap tahun sama dengan memberikan manfaat secara fungsional, emosional, dan spiritual. “Kami memiliki jejaring dan kemitraan yang luas dengan masjid-masjid dan influencer, sehingga kami dapat berkolaborasi efektif dalam mencapai tujuan kami,” tambah Ardani.
IZI juga berhasil menarik perhatian donatur dari jaringan yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat yang membutuhkan, mengukuhkan posisinya sebagai lembaga yang tidak hanya menghimpun dana, tetapi juga memberikan manfaat yang luas bagi komunitas.
Dalam menghadapi tantangan dan terus meningkatkan efektivitasnya, IZI berkomitmen untuk tetap menjadi garda terdepan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pengelolaan zakat yang transparan dan efisien.
Ramadan 2025 menunjukkan bahwa lembaga zakat bukan hanya tempat menyalurkan dana, tetapi menjadi aktor penting dalam transformasi sosial. Dengan pendekatan spiritual, strategi digital, dan kolaborasi masyarakat, zakat bukan hanya soal kewajiban, tetapi gerakan perubahan.
Meski tantangan ekonomi masih membayangi, para pengelola zakat membuktikan bahwa kepercayaan umat bisa dirawat dan ditingkatkan—asal lembaga siap berubah, siap mendengarkan, dan terlibat dalam kehidupan muzaki dan mustahik secara lebih dekat dan bermakna.