Manuver Jokowi Merusak Tatanan Bernegara

Oleh: Memet Hakim, Pengamat Sosial dan Ketua Wamhat APIB
Menurut cnnindonesia.com (29/6/23) Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengakui melakukan cawe-cawe dalam politik, namun itu disebutnya demi kepentingan negara. Sungguh ini membahayakan pola demokrasi, apalagi kita tahu Jokowi menghalalkan segala cara supaya keinginannya tercapai. Licik, curang, menggunakan fasilitas negara, melanggar aturan dan etika buat Jokowi adalah biasa.

Jokowi mengklaim cawe-cawe yang dilakukannya adalah demi kepentingan negara, agar pembangunan tetap berlanjut meskipun ada transisi kepemimpinan, demikian katanya. Tapi faktanya sangat berbeda, pembangunan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tapi untuk kepentingan investor dan yang paling utama untuk keamanan dirinya dan jajaran pembantunya jika tidak berkuasa lagi. Jokowi begitu yakin terhadap GP dan PS akan melindungi dirinya jika selesai bertugas. Jokowi lupa kalo calon yang diendors semua pilihan oligarki dan partai. Jadi tidak ada jaminan buat Jokowi walau lari lari, karena mereka akan lebih patuh pada ketua partai dan oligarki

Jika memang Jokowi merasa tidak salah, kenapa harus takut dihukum ? Kenapa harus memaksakan penggantinya harus yang dia kehendaki ? Pergantian presiden kan biasa saja, tiap presiden baru punya program baru, RI kan bukan kerajaan. Preseden ini harus dihentikan segera supaya alam demokrasi kita berjalan dengan baik dan normal.

TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menegaskan tidak akan bersikap netral dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Ini pengakuan yang sungguh memalukan. Dalam sisa waktu kurang dari 2 tahun ini berbagai cara untuk memperpanjang masa jabatan, tidak berhasil dengan cara itu, memilih dan mengarahkan calon penggantinya dengan segala cara, termasuk upaya menyingkirkan calon lain yang tidak disukainya.

Selanjutnya Jokowi menjelaskan Indonesia butuh keberlanjutan pembangunan untuk menjadi negara maju. Hasil survey litbang Kompas yang menyatakan kepuasan terhadap Jokowi tinggal 15% mungkin ada benarnya. Bahkan jika survey dilakukan lagi akan turun lagi, turun lagi, dan turun lagi sampai mendekati ke titik Nol. Jadi sekarang saja udah tidak dipercaya rakyatnya sendiri, apalagi terhadap capres pilihan Jokowi. Logika seperti sering diterobos, karena banyaknya penasehat di Istana.

Yang benar adalah Indonesia butuh pemimpin yang baik, bukan boneka apalagi petugas partai. Cukup sudah presiden petugas partai 2 periode, hasilnya justru banyak minusnya dibanding plusnya a.l Hutang bertambah, pembangunan tidak jelas, ketimpangan ekonomi semakin tinggi, pajak semakin memberatkan, korupsi semakin jadi, kedaulatan rakyat telah hilang, investor dan keturunan PKI menjadi warga negara istimewa, dll, dll

Seharusnya jika memang Jokowi ingin dikenang sebagai presiden yang baik, beresin aja hutang yang ada, perbaiki fasilitas umum seperti jalan yg rusak, subsidi dibenahi dan berhentilah ingin menjegal calon presiden dari rakyat. Insha Allah pertanggungan jawab kelak menjadi lebih ringan.

Jakarta, 31 Mei 2024