Sama dengan Usulan PDIP, Muhamamdiyah Dukung Pemilu Proporsional Tertutup

Pada prakteknya sistem Proporsional Terbuka justru melahirkan iklim demokrasi yang pragmatis dan tidak sehat karena meningkatnya politik uang, jegal menjegal antar calon, hingga penggunaan politik identitas dengan sentimen primordial berbau SARA dari masing-masing kontestan yang berakibat polarisasi masyarakat seperti terjadi pada satu dekade terakhir.

Demikian dikatakan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti dalam pembukaan Musyda Muhammadiyah Kota Bogor, Ahad (28/5/2023).

Selain itu, caleg terpilih dari sistem ini kata dia seringkali berdasarkan popularitas semata, dan bukan karena asas meritokrasi, kapabilitas dan profesionalisme sehingga pada akhirnya, kepentingan rakyat banyak yang dikorbankan.

Dalam dua isu strategis Muktamar Muhammadiyah ke-48 di atas, Muhammadiyah menganjurkan agar sistem Proporsional Terbuka dalam pemilu legislatif perlu diubah. Pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan wali kota secara langsung tidak perlu diubah.

Usulan terkait sistem Proporsional Tertutup untuk pemilihan legislatif ini menurutnya juga telah disampaikan Muhammadiyah sejak Tanwir Muhammadiyah 2014 di Samarinda.

Meski mengusulkan hanya pemilu legislatif saja yang diubah, namun Muhammadiyah menganjurkan adanya pembenahan mekanisme pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan wali kota yang lebih efisien dan efektif.

Misalnya melalui sistem pemilu tertutup atau terbuka terbatas serta pemilihan eksekutif terintegrasi untuk meniadakan politik uang, ekses politik identitas, dan pembelahan masyarakat atau polarisasi politik.

Muhammadiyah juga mengkritik pemilihan presiden dan wakil presiden kerap memicu polarisasi apabila kompetitornya hanya dua pasangan kandidat sehingga kompetisi pemilu didorong lebih meminimalisasi dampak polarisasi dan politisasi identitas yang tidak produktif bagi penguatan bangunan kebangsaan. Dukungan pada partisipasi aktif partai politik untuk memproyeksikan kader terbaik bangsa berlaga secara sportif dan bermartabat.

PDIP berkukuh mengusulkan penggunaan sistem proporsional tertutup alias coblos gambar partai pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Meskipun usulan itu mendapatkan tentangan dari partai-partai lain di parlemen, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan mereka tetap pada pilihannya tersebut.

Hasto mengatakan partainya tak mau memikirkan penolakan dari partai lain. Dia menyatakan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berpesan bahwa menempuh jalan ideologi tidak mudah dan mulus. Namun, dengan perjuangan panjang.

“Berpolitik memang terkadang melawan arus, yang disampaikan oleh Ibu Megawati Soekarnoputri, menempuh jalan ideologi bukanlah jalan yang mulus, tetapi jalan yang terjal bahkan kadang berliku, penuh dengan jebakan-jebakan politik,” kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Jumat (3/2/2023).

PDIP anggap sistem proporsional terbuka membuat praktik nepotisme

Hasto menyatakan sistem proporsional terbuka seperti yang digunakan selama ini berpotensi memunculkan anggota dewan yang dipilih berdasarkan popularitas maupun nepotisme.

“Menjadi anggota dewan tidak hanya bisa mengandalkan saya keluarga pejabat a, saya istri dari pejabat b, saya anak dari pejabat c, itu kalau proporsional terbuka,” ujarnya.