Miliki Rp800 Juta, Pemerhati Politik dan Kebangsaan: Pelaku Penembakan Kantor MUI Pusat Diduga Agen dan Harus Dimatikan

Pelaku penembakan kantor Pusat MUI Mustofa NR yang memiliki rekening Rp800 juta dan mati diduga seorang agen yang dikendalikan pihak tertentu.

“Kecurigaan muncul bahwa pelaku penembakan kantor MUI Pusat Mustofa berbuat tidak sendiri. Ada pengendali yang mungkin berhubungan dengan pengiriman uang tersebut. Ia diduga adalah agen. Agen yang setelah berbuat harus dimusnahkan,” kata Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rizal Fadhillah kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (5/5/2023).

Dua hal penting yang harus diungkap awal dari kasus penembakan di kantor MUI untuk pengusutan lebih lanjut, kata Rizal, pertama mengapa Mustofa tewas tiba-tiba, siapa yang melakukan pembunuhan jika ia tewas terbunuh. “Kedua, siapa pihak pengiriman dana yang masuk ke rekeningnya hingga ratusan juta. Mustofa itu peliharaan siapa?” ungkapnya.

Masyarakat khususnya umat Islam berharap dari temuan atau kasus kecil dapat terungkap desain besar. “Bukankah kasus Sambo dan 349 Trilyun Trisambodo juga dimulai dari kasus kecil, bahkan ecek-ecek atau esek-esek? Makar Allah mudah mengalahkan makar manusia termasuk kehebatan otak-atik intelijen,” jelas Rizal.

Baca juga:  Tak Tangkap Abu Janda, Kepercayaan ke Polisi Bisa Menurun

Rizal mengatakan, Mustofa mengincar MUI sudah sejak setahun lalu. Ia datang dan mengirim surat ke MUI berulangkali. Manuver atau modusnya menyatakankan dirinya sebagai Wakil Nabi. Pintu masuk keagamaan. “Andai kedatangan kemarin ditemui oleh pimpinan MUI apalagi Ketua Umum MUI lalu Mustofa menembak dengan air soft gun yang dibawanya betapa hebohnya umat dan bangsa Indonesia. Skenario mungkin sukses,” paparnya.

Dua kasus terdahulu yaitu Maret 2021 perempuan berjilbab beridentitas mahasiswi ditembak tewas di Pos Mabes Polri, ia menodongkan senjata pistol dekat pos penjagaan. Bulan Oktober 2022 seorang wanita bercadar menodongkan senjata FN kepada Paspampres di depan gerbang Istana Jalan Merdeka Selatann Jakarta. Ditahan Polda Metro.

Dua kasus itu tidak terusut tuntas karena pelaku tewas atau menguap tanpa bekas. Tidak ada proses hukum. Kini yang ketiga inipun sama tewas misterius. Sulit pengusutan lebih lanjut. Pertanyaan benarkah hal ini terorisme, test case atau memang ada kebutuhan ?

Baca juga:  Mega Jokowi Makin Kompak, Sosok Puan Diyakni Paling Siap untuk 2024

Kata Rizal, untuk terorisme pelaku semestinya melakukan delik sesuai UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ketiga pelaku diatas tidak ada tanda sebagai teroris. Tidak memenuhi unsur terciptanya suasana teror atau ketakutan meluas, korban massal atau kerusakan. Tidak jelas motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

Sebagai test case dimaksud sejauh mana umat Islam bersimpati, mendukung atau menyalahkan. Berhubungan dengan pembenaran isu radikalisme dan intoleransi ? Konteks MUI adalah dukungan masif umat pada MUI atau sebaliknya. Begitu juga soal obyek aksi terdahulu Mabes Polri dan Istana Presiden. Sentimen dan kekuatan yang hendak dibaca.

“Kepentingan atau kebutuhan adalah peristiwa yang dimaksudkan untuk menutup kasus yang mencuat. Ada kasus TPPU 349 T, kegagalan Kereta Cepat, tuduhan Thomas, Andi, Hafzan kepada Muhammadiyah. Ada juga gonjang-ganjing Pilpres, Ponpes Zaitun, dan lainnya,” paparnya.