Tantangan Anies Baswedan sebagai Pemimpin Peradaban

Disampaikan Oleh Yusuf Blegur

Meskipun intim dengan pelbagai isu, intrik dan fitnah yang menyerangnya. Anies Baswedan tetap memuliakan ahlak. Bahkan betapapun kini dengan upaya kriminalisasi oleh rezim kekuasaan. Capres yang didukung rakyat itu mampu menjadikan penderitaannya sebagai kekuatannya. Terutama saat bersiap menghadapi transisi pemerintahan sebagai pemimpin peradaban.

Republik Indonesia kini tak sebesar nama dan kesannya. Kisah-kisah patriotisme dan nasionalisme yang pernah menyelimutinya semakin pudar dimakan zaman. Sejarah dan empiris perjuangannya, cukup hanya bisa dikenang, kehebatannya tak berlanjut dan masa kelamnya justru terus berulang. Pemberontakan demi pemberontakan, penghianatan demi penghianatan dan kedzoliman demi kedzoliman terus berlangsung tiada henti. Bumi nusantara penuh sesak oleh manusia ambigu seperti keledai-keledai dungu, layaknya penegasan kata pepatah.

Dua periode kepemimpinan nasional terakhir terus membawa negara ke jurang kehancuran. Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan mengalami degradasi dan keterpurukan yang dalam. NKRI yang mengusung Panca Sila dan UUD 1945 semakin tak dihargai oleh bangsanya sendiri, seiring itu terus direndahkan dan dilecehkan oleh bangsa asing. Saat Bung Karno pernah mengatakan ada negara yang menjadi korban eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa. Maka sesungguhnya, Bung Karno sedang menunjuk kepada negara dan bangsanya sendiri, yang ia ikut bersusah psyah berjuang melahirkannya.

Ada beberapa catatan penting, negara Indonesia bisa dibilang tak pernah lepas dari penjajahan baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaannya. Setidaknya setelah hampir 78 tahun hidup di alam kemerdekaan, Indonesia tidak pernah memiliki kedaulatan yang sesungguhnya atas negerinya sendiri. Berkiblat pada kapitalisme dan komunisme global, hampir semua pemimpin formal Indonesia menjalankan republik sebagai kacung internasional. Membiarkan kekayaan alam berlimpah dan potensi sumber daya manusianya tak bisa bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Sistem dan orang telah menyatu membuat distorsi penyelenggaraan negara. Pemerintahan bukan menghasilkan negara kesejahteraan, melainkan hanya negara angkara murka penuh bencana.

Berikut ini beberapa fakta dan kondisi obyektif yang menyebabkan NKRI sulit mewujudkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktek keseharian berbangsa dan bernegara. Begitupun dengan pelaksanaan kehidupan keagamaan yang seharusnya mampu menghadirkan kedamaian dan kemuliaan dalam peradaban manusia khususnya di Indonesia. Agama dikucilkan, kemunafikan seolah-olah mengagumkan. Memang miris dan sangat memprihatinkan realitas negeri, seperti ulasan berikut.

1. Pengaruh sekulerisasi dan liberalisasi.

Tak pernah bisa lepas dari pergaulan internasional, Indonesia perlahan tapi pasti meninggalkan akar budayanya sendiri. Konsep pembangunan bangsa yang dipikul dan terpikul natur terabaikan. Developmentalisme angkuh meminggirkan humanisme. Cita-cita modernisasi hanya mengangkat kehidupan sekelompok manusia tertentu namun merendahkan kelompok manusia yang lainnya. Kapitalisme dan komunisme tak lebih dari sekedar penyebab terjadinya pertentangan kelas dan membunuh kesetaraan, jauh dari kebaikan dan kebenaran. Dominasi dan hegemoni paham materialistik dan anti Tuhan itu juga membuat bangsa Indonesia tercerabut dari kehidupan religi yang sejatinya menjadi fundamental jatidirinya.

2. Kegagalan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Akibat distorsi penyelenggaraan negara baik secara sistem dan person, membuat sebagian besar rakyat Indonesia menjadi manusia yang individualis, egois dan materialisik. Tidak adanya keseimbangan antara kesadaran ideal spiritual dan kesadaran rasional material, membuat banyak orang mengidolakan harta dan jabatan. Kehormatan, martabat dan harga diri tak laku, sepi peminatnya. Mencapai tujuan dengan segala cara, hanya mengembangbiakan manusia-manusia yang menjadi predator dan karnivora bagi sesamanya. Saling memangsa, memanfaatkan orang lain demi kepuasan, kebahagiaan dan keselamatannya sendiri. Tak peduli pada kemiskinan dan penderitaan orang lain.

3. Telah terjadi kerusuhan dan perang sosial yang masif.

Di negeri yang agama hanya menjadi wacana, sementara keduniawian menjadi segalanya. Maka mental dan karakter yang terbentuk pada rakyatnya, hanya menjadikan manusia sebagai hewan yang paling buas. Ketika kejahatan ditempatkan sebagai pemimpin dalam negara dan masyarakat, kehidupan negara akan selalu dipenuhi tradisi korupsi berjamaah, berbangga pada penghianatan dan saling membunuh sesama anak bangsa. Agama dinista ulama dihina, sementara pendusta dijadikan terhormat dan dipuja. Negara telah menjadi paripurna sebagai pusat prahara dan durjana.

Dengan situasi dan kondisi yang sedemikian rupa, menjelang transisi kekuasaan dan bergantinya kepemimpinan nasional. Maka figur Anies yang menguat sebagai capres pada pilpres 2024, diharapkan membawa harapan perubahan yang mampu menuntun Indonesia sebagaimana keingin para “the founding parents” dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.. Tak cukup hanya kapabilitas dan integritas, Anies yang dikenal sebagai pemimpin cerdas, santun dan berwibawa juga mengandalkan kesolehan sosial yang lekat menempel pada dirinya.

Indonesia yang telah amburadul dan berantakan, menjadi tantangan buat manusia sekaligus pemimpin semacam Anies. Rekonstruksi Indonesia mutlak dilaksanakan. Meminjam istilah Bung Karno menjebol dan membangun, seperti itulah revolusi dibutukan untuk negara yang telah bobrok karena nekolim dan ulah segelintir bangsanya. Bukan cuma prestasi dan penghargaan yang mutlak ysng menjadikan pemimpin itu baik dan amanah. Bukan pula performans apalagi sekedar tampang dan mulut-mulut berliur manis penuh janji. Tapi yang pertama dan utama adalah pada kekuatan ahlak yang menjadikan seorang pemimpin itu membawa suatu negara bangsa dekat pada kemaslahatan. Kemuliaan ahlak yang bisa memimpin untuk mencapai kemaslahatan. Tak ubahnya seorang Anies Baswedan yang akan menerima tantangan sebagai pemimpin peradaban bagi Indonesia yang lebih baik.

Wallahu a’lam bishawab.

Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.

Bekasi Kota Patriot.
7 April 2023/16 Ramadhan 1444 H.