Anies tak Bisa Kerja (2)

Oleh: Smith Alhadar Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Tak ada yang yakin ajang Formula-E bisa berlangsung sesuai jadwal. Bayangkan, dua bulan menjelang pagelaran yang untuk pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia itu, sirkuit Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) belum juga dibangun.

Tantangan datang dari berbagai pihak dengan berbagai alasan. Berbeda dengan ajang MotoGP yang dilakukan di Mandalika, balap mobil Formula-E tak punya sponsor domestik. Semua BUMN menolak mengucurkan dana.

Pemerintahan Jokowi juga menolak JIEC dibangun di area Monas. Padahal, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memilih area Monas biar monumen kebanggaan Indonesia ini dikenal di dunia.

Ketika lokasi terpaksa dipindahkan ke Ancol pun masih memicu kontroversi karena berada dekat pembuangan lumpur yang digunakan Pemprov DKI di bawah Gubernur Jokowi dan Gubernur Ahok.

PDI-P pun menentang lokasi itu dengan dalih proyek itu akan menyebabkan pepohonan di sana ditebang. Tapi Anies tak mau mundur. Kontroversi berakhir setelah Anies memastikan pohon tak akan ditebang. Lalu, berkat diplomasinya, perusahaan-perusahaan raksasa asing bersedia mensponsorinya.

Anies bertekad ajang ini tetap berlangsung pd 4 Juni 2022 untuk menjaga kepercayaan Federasi Otomotif Internasional (FIA). Bila Pemprov DKI gagal memenuhi komitmennya, mungkin kesempatan menggelar Formula-E tak bakal didapat lagi.

Untuk Asia, baru tiga negara yang dipercaya FIA sebagai tuan rumah: Cina, Arab Saudi, dan Malaysia. Sayang kalau kesempatan yang telah diusahakan dengan susah payah ini tak dapat diwujudkan karena gangguan politik yang tak perlu.

Di luar dugaan, sirkuit JIEC berhasil dibangun hanya dalam waktu 54 hari. Dengan demikian, ini sirkuit permanen dengan pengerjaan tercepat di dunia. Meskipun dikerjakan dalam waktu sangat singkat, sirkuit ini dipuji penyelenggara Formula-E karena memenuhi standar yang ditetapkan. Dalam kegembiraan yang sangat emosional, Mitch Evans — pemenang balapan — mengomentari lintasan sirkuit sebagai berikut:

“Treknya sangat bagus untuk dikendarai. Memilki tingkat cengkraman yang luar biasa. Anda harus mengangkat pedal gas sedikit karena sifat alami dari beberapa tikungan di trek ini. Saya menikmati tata letak sirkuit. Mereka telah melakukan pekerjaan yang hebat terkait trek ini.”

Yang mengejutkan, sirkuit JIEC didesain anak bangsa sendiri: Irawan Sucahyono, meskipun detailnya ia dibantu org Formula-E Operations (FEO) dan FIA. Anies sengaja memilih desainer domestik untuk mempromosikan talenta Indonesia ke dunia luar. Ke dalam, ia membangkitkan kepercayaan diri bangsanya.

Menurut Irawan, perbedaan sirkuit bisa dilihat dari desain dalam sirkuit. JIEC memiliki Attack Mode yang memungkinkan terjadinya overtake (menyalip). Namun, overtake ini tak mudah dilakukan pembalap.

Attack Mode adalah tenaga mobil balap akan diperbesar secara elektronik. Kl pembalap masuk ke Attack Mode, dia akan mendapatkan tenaga tambahan sehingga akan terjadi overtaking. Tapi overtake tak bisa terjadi jika mobil di depan pembalap berada di racing line yang benar.

Alberto Longo selaku Chief Championship Officer FIA mengaku JIEC berbeda dengan seri Formula-E lainnya. Di seri lain, Formula-E digelar di sirkuit jalanan. Sdangkan di Ancol digelar di sirkuit dalam kotak. Longo mengaku JIEC menjadi sirkuit terbesar dan tersukses dalam sejarah Formula-E.

Jakarta E-Prix juga terkesan karena entusiasme penonton yang luar biasa. Puluhan ribu orang memadati tribun. Tidak semua merupakan penggemar balap mobil, melainkan masyarakat secara umum. Longo mengatakan: ini balap Formula-E terbaik dan paling seru.

Tapi cerita Formula-E tak berhenti di situ. Dikenal dengan sebutan Jakarta E-Prix, balap mobil ini mengusung konsep non-emisi karbon. Karena misinya mempromosikan penggunaan kendaraan listrik demi menciptakan masa depan yang bebas polusi. Dus, di luar mobil yang menggunakan listrik, ada tujuh aspek lain yg diperhatikan.

Aspek pertama adalah soal logistik. Formula-E memprioritaskan mode akomodasi via darat dan laut. Selain itu, hanya peralatan paling penting saja yg dipindahkan ke tempat acara.

Kemudian, masalah sampah plastik. Formula-E memperkenalkan stasiun air Allianz Hydration Station yang bisa menghemat lebih dari 300.000 botol plastik sekali pakai. Formula-E mendorong penonton membawa dan menggunakan botol minum yang bisa digunakan kembali.

Untuk makanan, katering yang digunakan untuk kru dan pembalap menghadirkan makanan lokal yang dikemas dalam wadah yg bisa didaur ulang. Ini upaya Anies mempromosikan budaya bangsa melalui kuliner kpd pengunjung asing.

Ia percaya, kuliner Indonesia tak kurang lezatnya dibandingkan kuliner manapun di dunia. Karena itu, ia bersikeras agar yang dijual di sekitar area acara adalah kuliner lokal sehingga masyarakat sekitar ikut menikmatj manfaat dari acara itu.

Terkait transportasi, Formula-E tak menyediakan lapangan parkir, dan tidak merekomendasikan pengunjung membawa kendaraan pribadi. Ini dilakukan untuk mendorong orang menggunakan transportasi umum.

Untuk aspek pengelolaan sampah, Jakarta E-Prix bekerja sama dengan Waste4Change untuk mengelola sampah. Selain adanya penempatan tempt sampah terpilah, Waste4Change jg menempatkan booth edukasi seputar pengelolaan sampah untuk mengajak pengunjung membuang sampah sesuai kategori.

Booth dilengkapi berbagai permainan dan aktivitas seru yang bertujuan memberikan edukasi seputar isu sampah. Jakarta E-Prix mnjadi contoh bahwa balapan mobil internasional sekalipun bisa tetap peduli pada aspek keberlanjutan dengan meminimalisir emisi dan sampah yang dihasilkan.

Kalau acara Anda juga ingin sekeren Jakarta E-Prix, Anda bisa mulai dengan ikut mengelola sampah yang dihasilkan secara bertanggung jawab melalui layanan Event Waste Management. Pengunjung acara juga akan mendapat edukasi seputar isu sampah dan menjwb mengapa pengelolaan sampah itu penting.

Perhelatan balapan mobil bergengsi kelas dunia Formula-E telah berlangsung dengan sukses. Tak kurang dari 60.000 pengunjung menyaksikan acara itu. Presiden Jokowi juga hadir di sana untuk menunjukkan ia mendukung acara yang mendapat sambutan luas ini. Meskipun sesungguhnya tidak.

Tak apa. Bagi Anies, yang penting Indonesia mendapat keuntungan dari acara itu. Selain keuntungan ekonomi, pamor Indonesia di arena internasional terangkat. Ia jg tak mempermasalahkan orang-orang yang mengatakan, “Anies tak bisa kerja!”

Ia merasa tak perlu membantah. Toh, karya nyata akan bicara lebih nyaring ketimbang suara mereka yang, karena pertimbangan politik, melacurkan nurani dan intelektualitasnya.

Tangsel, 4 April 2023