Gus Yahya, Perselingkuhan Indonesia-Israel, dan Pilpres

Smith Alhadar, Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)

Tanpa dukungan PBNU di bawah pimpinan Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), tidak mungkin timnas sepakbola Israel dapat ikut berlaga dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang.

Kendati bermunculan penentangan umat Islam, pemerintah memastikan keikutsertaan timnas Israel dalam perhelatan yang dipandang dapat mengangkat gengsi Indonesia di panggung internasional itu.

Pemerintah, melalui Ketum PSSI dan Menko Polhukam Mahfud MD, menyatakan keamanan timnas Israel dijamin dan bahwa pemerintah telah membahas serta menyiapkan jalur politik, diplomatik, dan keamanan.

Mahfud bersama Gus Yahya merupakan bagian dari Jaringan GusDurian Indonesia pimpinan Alissa Wahid, putri Gus Dur. GusDurian adalah gerakan untuk mempromosikan pemikiran Gus Dur yang oleh Gus Yahya dianggap sebgai wali.

Bagaimanapun, sikap pemerintah ini cukup mengherankan. Pasalnya, UUD 45 dengan tegas menyatakan “kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan bahwa penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Amanat konstitusi itulah yang menjelaskan mengapa Presiden Soekarno menolak partisipasi kontingen Israel dalam Asian Games 1962 di Jakarta. Juga menjelaskan mengapa hingga hari ini Indonesia menolak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.

Dalam KTT Asia-Afrika di Bandung pada 2015, dalam pidatonya Presiden Jokowi menyatakan dunia masih berutang pada Palestina yang hingga hari ini masih dikangkangi rezim Zionis Israel. Jokowi berseru agar dunia tetap berusaha membebaskannya dari penjajahan Israel.

Dalam KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam di Jakarta pada 2016, Jokowi bahkan menyerukan para anggota OKI agar memboikot produk-produk Israel. Kini Jokowi menghamparkan karpet merah kepada Israel.

Menimbulkan tanda tanya juga mengapa Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri — juga parpol-parpol pendukung pemerintah — diam terhadap kelancangan pemerintah ini. Mega menolak gagasan perpanjangan masa jabatan presiden karena berpotensi menabrak konstitusi. Tapi, terkait Israel, mengapa ia membiarkan konstitusi dilanggar pemerintah?

Mengapa pula ia tak keberatan legacy politik Soekarno dicampakkan petugas partai? Padahal, Mega getol merestorasi apa saja yang dipandang sebagai karya ayahnya. Misalnya, ia meminta Jokowi menetapkan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, meskipun Pancasila yang kita kenal sekarang lahir pada 18 Agustus 1945.

Semua ini tak dapat difahami tanpa mengaitkannya dengan pilpres 2024. Para aktor, motif, dan syahwat kekuasaan ini perlu diungkap agar tulisan ini menemukan rasionalitasnya.

Salah satu aktor penting dalam isu ini adalah Ketum PSSI sekaligus Menteri BUMN Erick Thohir. Dia merupakan salah satu jagoan Jokowi untuk berkompetisi dalam pilpres sebagai bakal capres atau cawapres.

Hubungan erat Erick-Jokowi sudah terlihat sejak ia diangkat sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin dalam pilpres 2019. Setelah itu, dia dilantik sebagai Menteri BUMN, pos yang sangat strategis bagi tujuan-tujuan politik pemerintah karena BUMN kaya dan menguasai hajat hidup orang banyak.

Ketika Jokowi menikahkan putera bungsunya, Kaesang Pangarep, Erick ditunjuk sebagai Ketua Panitia Pernikahan. Dari situ makin menegaskan Erick sebagai orang kepercayaan Jokowi. Karena itu, tak heran kalau Erick ogah memberi bantuan dana pada hajat balap mobil Formula-E yang diselenggarakan Pemprov DKI Jakarta.

Sikap Erick ini sulit dipercaya karena dalam acara balap MotoGP di Mandalika, BUMN-BUMN terlibat penuh dalam pembiayaannya. Pemboikotan BUMN terhadap hajat Formula-E tak sulit untuk dikaitakn dengan upaya Jokowi menggagalkan prakarsa Anies Baswedan itu.

Anies dipandang sebagai antitesa Jokowi yang berpotensi menjadi bakal capres potensial. Dengan demikian, Gubernur DKI itu juga dilihat sebagai kompetitor serius Erick dalam pilpres mendatang.

Sebagai orang kepercayaan, diharapkan kalau nanti menjadi pemimpin negara, Erick melanjutkan program pembangunan dan mengamankan kepentingan Jokowi dan keluarganya.

Penempatan Erick sebagai Menteri BUMN tentu bukan faktor kebetulan. Dalam rangka pilpres yang berbiaya mahal, sudah menjadi kelaziman BUMN menjadi sapi perah bagi penguasa dan parpol-parpol yang mendukungnya.

Namun, untuk menjadi RI1 atau RI2, Jokowi melihat Erick harus mendapat dukungan NU. Dalam kaitan inilah kita bisa memahami mengapa tiba-tiba Erick diangkat menjadi anggota kehormatan Barisan Serba Guna (Banser), badan otonom NU. Banser berada di bawah GP Ansor yang dipimpin Menteri Agama Yaqut Cholil Quomas, adik kandung Gus Yahya.

Baca juga:  Bersatulah, Jangan Hanya Berbasa-basi

Ketika NU merayakan satu abad kelahirannya, Gus Yahya menunjuk Erick sebagai Ketua Dewan Pengarah. Gus Yahya mengatakan pilihan pada Erick karena dia Menteri BUMN dan “orang NU”. Menyindir status Erick sebagai orang NU, Ketum PKB Muhaimin Iskandar (musuh besar Gus Yahya) mengatakannya sebagai NU muallaf.

Dalam konteks timnas Israel, nampak ada kesefahaman antara Erick (baca: pemerintah) dan Gus Yahya. Toh, umat Islam Indonesia sangat sensitif terhadap Israel. Gus Yahya dikenal dekat Israel. Pada 2018, dalam kedudukannya sebagai Katib Aam NU, ia mengunjungi Israel untuk bicara di forum global yang digelar American Jewish Committee (AJC).

Di sana ia bertemu dengan PM Israel Benjamin Netanyahu yang sabgat keras dan menentang kemerdekaan Palestina. Kunjungan kontroversial itu dikecam Palestina dan umat Islam Indonesia, termasuk kaum Nahdliyin.

Undangan Israel kepada Gus Yahya tentu saja berdasarkan pertimbangan strategis. NU adalah ormas terbesar di Indonesia — bahkan dunia — yang berperan penting dalam kebijakan pemerintah terkait Israel khususnya.

Israel berharap NU menjadi pressure group bagi upaya Israel menjalin hubungan diplomatik resmi dengan pemerintah Indonesia. Gus Yahya sendiri nampak ingin memanfaatkan Israel dalam usahanya membangun jaringan dengan pemerintahan AS melalui lobi Yahudi.

Berkat jaringan ini, pada 29 Oktober 2020 Gus Yahya berhasil mendatangkan Menlu AS Mike Pompeo ke Jakarta. Walakin, ketika berceramah di hadapan Nahdliyin, Pompeo mengungkapkan kekecewaannya pada PBNU yang punya hubungan erat dengan rezim komunis Cina. Maka, kehadiran timnas Israel di Jakarta dengan dukungan Gus Yahya diharapkan mengubah posisi AS vis a vis PBNU.

Gus Yahya juga merupakan sekutu Jokowi. Tak heran, ia mendukung wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Beberapa bulan sebelum mengunjungi Israel, Gus Yahya diangkat Jokowi sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Dus, ketika berbicara di forum global di Israel tersebut — tentu saja dia tidak sedang membela Palestina — Gus Yahya juga berstatus sebagai wakil pemerintah. Kedatangannya di Israel bukan lantaran AJC ingin mendengar petuah Gus Yahya tentang solusi dua negara: Israel dan Palestina.

Gus Yahya hanya ingin dimanfaatkan AJC untuk kepentingan Israel. Partisipasi Gus Yahya di AJC Global Forum dapat dipakai sebagai alat propaganda untuk meraih dukungan kaum Muslim seluruh dunia kepada Israel, sekaligus menghapus Israel sebagai negara apartheid.

Memang terkait Israel, pemerintahan Jokowi mendua. Di permukaan, pemerintah seperti keras terhadap rezim Zionis itu. Namun, di balik layar, hubungan ekonomi dan politik Indonesia-Israel berjalan lancar.

Data dari Kementerian Perdagangan RI menunjukkan nilai perdagangan kedua negara pada 2017 mencapai US$ 192,97 juta, naik 30 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni US$ 148 4 juta dengan defisit di pihak Indonesia.

Ekspor Indonesia ke Israel US$ 92,14 juta, sedangkan impor dari Israel US$ 100,8 juta. Pada April 2018, berdiri Israel-Indonesia Agency di Tel Aviv guna membuka visa wisata ke Indonesia untuk WN Israel. Ini merupakan upaya pemerintah mendongkrak perekonomian dalam negeri.

Tingginya minat WN Israel yang hendak berwisata ke Indonesia dilihat sebagai potensi pasar yang menjanjikan. Walakin, isu ini kemudian menciptakan masalah bagi pemerintahan Jokowi beberapa hari setelah Israel-Indonesia Agency berdiri terkait pembocoran yang dilakukan media sayap kiri Israel, Hareetz, dengan judul “Indonesia, Largest Moslem Country to Issue Tourism Visa to Israeli”.

Tujuan Hareetz adalah menggoyang pemerintahan sayap kanan PM Benjamin Netanyahu. Khawatir populeritasnya terganggu, pada 23 Mei pemerintahan Jokowi membatalkan pemberian visa turis dan melarang WN Israel memasuki wilayah Indonesia sebagaimana disampaikan Emmanuel Nahshon, Jubir Kementerian Luar Negeri Israel.

Di bidang politik pun pemerintahan Jokowi bekerja sama dengan Israel. Pada 16 Maret 2016, sejumlah media Israel mengutip pernyataan Wakil Menlu Israel, Tzipi Hotovely, yang menyebutkan bahwa Indonesia punya hubungan diplomatik rahasia dengan Israel terkait dengan rencana pembukaan konsul Indonesia di Ramallah, ibu kota Palestina di Tepi Barat.

Baca juga:  NU: Jokowi dan Muhadjir Bisa Tercatat Sejarah Pembunuh Madrasah Diniyah?

Hotovely mengemukakan itu di parlemen Israel (Knesset) terkait alasan mengapa pihaknya mengeluarkan larangan over flight kepada Menlu Retno LP Marsudi. Menurutnya, Indonesia melanggar kesepakatan dengan Israel yang dibuat dalam pertemuan Kepala Divisi Asia Kemenlu Israel, Mark Sofer, dengan pejabat Indonesia dalam sebuah kunjungan ke Jakarta.

Dalam pembicaraan itu, Indonesia-Israel sepakat bahwa Retno terlebih dahulu melawat ke Israel sebelum bertandang ke Ramallah. Kenyataannya, Retno tak memenuhi kesepakatan itu dan memilih langsung terbang ke Ramallah dari Amman, Yordania. Akibatnya, aparat Israel tidak mengizinkan Retno mencapai Ramallah. Tapi Jakarta membantah adanya kesepakatan itu.

Dukungan pemerintah dan PBNU bagi kedatangan timnas Israel bisa jadi merupakan imbalan bagi bantuan finansial AS kepada Indonesia menjelang pilpres. Setidaknya, dukungan politik bagi pasangan bakal capres-cawapres yang disokong pemerintah.

Sebagaimana ramai diberitakan media, kunjungannya ke Jakarta pada 13-14 Desember 2021, Menlu AS Antony Blinken sempat membujuk pemerintahan Jokowi agar menormalisasikan hubungan dengan Israel. Tentu saja ada imbalannya.

Pada era pemerintahan Presiden Donald Trump, jumlah bantuan yang ditawarkan Washington bagi normalisasi hubungan Jakarta-Tel Aviv disebutkan berjumlah puluhan miliar dollar AS. Bukan tidak mungkin Israel juga mengucurkan dana bantuan sebagai imbalan Indonesia membuka pintu bagi timnas Israel.

Ini hanyalah langkah awal, tapi strategis dan instrumental. Bila berhasil, artinya bila timnas Israel dan supporternya bebas beraktivitas di Indonesia selama tiga minggu (20 Mei-11 Juni) berarti pemerintah telah berhasil menciptakan preseden berupa “pengakuan” resmi Indonesia terhadap eksistensi Israel.

Dengan begitu, terbuka jalan bagi interaksi politik resmi antara pemerintahan RI dan Israel pada waktu dekat mendatang, yang dalam prosesnya dapat berujung pada normalisasi hubungan diplomatik kedua negara.

Hal ini sudah lama diincar Israel. Terutama setelah pada 2020 empat negara Arab (UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko) menandatangani Perjanjian Ibrahim ( Abraham Accord) dengan Israel.

Dugaan adanya deal antara AS-Israel di satu pihak dan pemerintahan Jokowi di pihak lain inilah yang dapat menjelaskan mengapa parpol-parpol, khususnya PDI-P, diam seribu bahasa atas kengototan pemerintah mengizinkan timnas Israel ikut serta dalam Piala Dunia U-20.

Yang nyaris pasti, parpol-parpol itu mendapat kucuran dana dari BUMN-BUMN di bawah komando Erick Thohir untuk keperluan pilpres.

Bagaimanapun, syahwat kekuasaan Erick nampaknya tak akan terwujud meskipun elektabilitasnya sebagai bakal cawapres cukup kompetitif dengan bakal cawapres lain. Terlemparnya Erick dari arena kontestasi disebabkan terjadinya perubahan konstelasi koalisi di lapangan.

Menurut laporan majalah Tempo edisi terakhir, Jokowi mendorong terbentuknya pasangan Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo. Namun, Gerindra sendirian tak bisa mengusung capres karena tidak memenuhi 20 persen presidential threshold. Sementara Cak Imin tegas mengatakan akan mundur dari koalisi dengan Gerindra bila yang diusung adalah Prabowo-Ganjar.

Karena Prabowo nampak tak menggubris ancaman Cak Imin dan kian bersemangat memuji Jokowi, bisa jadi info tentang perubahan sikap Mega terhadap Ganjar — sebagaimana dilaporkan Tempo — benar adanya.

Artinya, PDI-P siap membangun koalisi dengan Gerindra dengan mengusung Prabowo-Ganjar. Karena dukungan Nahdliyin penting, sementara mereka telah kehilangan dukungan PKB, sangat mungkin mereka mengandalkan dukungan PBNU.

Kalau demikian, Erick dan Cak Imin terlempar dari kompetisi pilpres. Menurut Anies Baswedan, ada tiga parpol lagi yang akan bergabung dengan Koalisi Perubahan yang mengusung dirinya.

Apakah PKB salah satunya? Bisa jadi. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Apalagi nyaris tak ada lagi ruang manuver Cak Imin untuk mendapatkan posisi cawapres, apalagi capres.

Sambutan meriah Nahdliyin terhadap Anies dalam tournya ke Jawa Timur barusan mungkin bisa dijadikan petunjuk mengenai sinyalemen Anies itu. Meskipun, mungkin dimaksud Anies dengan tiga parpol adalah Golkar, PAN, dan PPP, yang memang sebagian besar konstituennya adalah pendukung Anies.

Bagaimanapun, terkait timnas Israel, sangat disayangkan demi syahwat kekuasaan para tokoh bangsa mengorbankan ideologi negara: UUD 45, yang selalu mereka sebutkan sebagai harga mati.

Tangsel, 21 Maret 2023