Kemarahan rakyat kepada Rezim Joko Widodo (Jokowi) makin menguat jika Timnas Israel U-20 datang ke Indonesia. Rezim Jokowi dianggap tidak bisa menjalankan konstitusi untuk menolak penjajahan Israel terhadap Palestina.
“Bila Rezim Jokowi membuka pintu bagi timnas Israel, maka klaim konsistensi pemerintah membela Palestina dipertanyakan. Lalu, tekanan politik publik atas rezim akan semakin jauh menggerus legitimasi pemerintah di tengah kemarahan rakyat terhadap skandal mega korupsi di kementerian keuangan,” kata Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) Smith Alhadar dalam pernyataan kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (19/3/2023).
Kata Smith, kemarahan rakyat terhadap Rezim Jokowi karena menerima Timnas Israel U-20 berakumulasi dengan sederet masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi masyarakat akibat kenaikan harga-harga bahan pokok.
“Ini akan menyempitkan ruang manuver rezim terkait pilpres. Artinya, upaya memperpanjang masa jabatan presiden semakin tidak mungkin. Bahkan, berpotensi menimbulkan gejolak politik yang mendestabilisasi negara,” jelasnya.
Tetapi melihat ngototnya pemerintah menyertakan timnas Israel dalam even olahraga itu, saya khawatir ini merupakan upaya sengaja rezim memprovokasi rakyat untuk berbuat kekacauan atau vandalisme, sehingga dapat dijadikan alasan untuk menunda pemilu.
“Rezim yang panik atas kemungkinan bakal capres Anies Baswedan memenangkan pilpres di satu pihak, dan syahwat kekuasaan rezim untuk berkuasa lebih lama di pihak lain, dapat mendorongnya mengambil tindakan nekat meskipun itu bisa berakibat keos nasional. Dus, kita harus cermati perilaku rezim dari sekarang terkait isu ini,” papar Smith.
Smith mengatakan, Rezim Jokowi mungkin melihat penolakan terhadap timnas Israel berpotensi menjadi isu internasional yang merugikan Indonesia. Tapi pandangan ini tidak beralasan mengingat Israel tak mau bermasalah dengan Indonesia, negara Muslim terbesar yang sudah lama diincar Israel, terutama setelah mediator pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump pada 2020 berhasil mendamaikan empat negara Arab (Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko) dengan Israel.
Sejak itu Israel, dengan bantuan AS, terus berusaha memperluas cakupan Perjanjian Ibrahim (Abraham Accord) itu dengan sebanyak mungkin negara Islam, khususnya Indonesia. Tahun lalu, misalnya, dalam kunjungannya ke Jakarta, Menlu AS Antony Blinken membujuk rezim Jokowi berdamai dengan Israel dengan imbalan bantuan ekonomi. Apakah membuka pintu bagi timnas Israel bukan merupakan test the water sebagai langkah awal membuka hubungan diplomatik dengan Israel? Bisa saja.
“Tetapi penolakan akan mengirim pesan moral yang kuat kepada Israel dan dunia bahwa Indonesia tidak akan toleran kepada penjajah dan konsisten mendukung Palestina. Juga untuk memelihara hubungan baik dengan bangsa Arab. Hal-hal ini jauh lebih penting ketimbang hasrat mendapatkan citra moderat dan dukungan AS serta UE atas pesta sepakbola ini,” pungkasnya.