Hukum Berantakan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

“DPR dan Presiden, patut diduga kuat terjadi intrik politik hingga konspirasi gelap yang sebenarnya mencerminkan keadaan adanya industri hukum yang dibangun sendiri oleh DPR, Presiden dan MK berpotensi menjadi mafia hukum”

“Kondisi hukum dan politik negeri ini sudah rusak, saya kira memang sudah saatnya dilakukan restorasi kepemimpinan nasional agar kembali ke the truth dan Justice” (Prof. Suteki )

Kerusakan sudah begitu akut, maka harus dilakukan perubahan yang radikal, ektraordinary bukan perubahan yang biasa baik inkremental maupun cut dan glue .

Bahkan Indonesia seperti sudah tidak ada lagi hukum yang mengatur dirinya sendiri. Karena rezim, negara dan presiden sudah dalam kendali hukum Kapitalis. Hukum untuk menuju cita cita Proklamasi 17 Agustus 1945 ( Emha Ainun Najib )

Tersisa hukum Taipankrasi, tidak diperlukan lagi hukum tertulis untuk menjaga negara sesuai cita cita Proklamasi, yang hidup dan riil hukum komando kekuasaan layaknya hukum Politbiro komunis.

Upaya perpanjangan masa jabatan presiden bukan merupakan deal politik, tetapi karena di belakangnya ada kekuatan uang oligarki yang dapat mengatur dan menguasai parlemen ( Prof. Rizal Ramli )

Baca juga:  Ibu Kota China akan Muncul di Kalimantan

“Kasus hukum dijadikan alat tawar (bargaining) untuk memaksa parpol atau tokoh bangsa untuk berposisi dan berkoalisi menjelang hajat besar Pilpres 2024

Hukum di Indonesia hanya sebagai instrumen untuk mengawal kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan melalui rekayasa pemenangan pemilu 2024. Kalau hitung hitungan kalah harus ada penundaan pemilu ( Prof Deny Indrayana )

Tujuan ahirnya adalah untuk melanggengkan kekuasaan. Hukum sebagai garansi menjaga dan melanggengkan kekuasaan.

Kekuasan membuat ius constitutum (aturan saat ini) untuk menjaga kekuasaan terus berlangsung dan ius constituendum (aturan yg akan datang ) aman dari gangguan.

Memang sangat berat dan berbahaya ketika iklim kekuasaan dalam remote Taipan dan kaum kapitalis, untuk terjadinya Pemilu bisa terlaksana dengan, jujur dan adil.

Kondisi ini bukan saja tidak sehat tetapi akan memporak-porandakan dan menghancurkan iklim demokrasi di Indonesia, terus membusuk.

“Sesuatu yang tentu saja tidak sehat dan harus dilawan, untuk memastikan Pilpres 2024 betul-betul terlaksana, tanpa politik uang dan tanpa politik curang”.

Baca juga:  Politikus Demokrat Tegaskan Indonesia belum Merdeka dalam Penegakan Hukum

Hanya pilihannya sangat dilematis terus berlangsungnya proses pemilu tetap dalam ancaman rekayasa kecurangan maha besar. Penundaan pemilu akan beresiko politik lebih berbahaya terjadinya kekosongan kekuasaan.

Sistem pemerintahan dictatirship atau monarchi yg adil, jujur dan bijak, jauh lebih baik daripada system pemerintahan demokrasi yg sudah dikorupsi dan direkayasa (corrupted democracy), seperti di Indonesia saat ini, dari demokrasi berubah menjadi Partaikrasi dan Taipankrasi, hukum direkayasa sesuai kebutuhan dan keinginan penguasa dan kapitalis

Demokrasi saat ini hanya ada di atas kertas, karena sudah dimanipulasi oleh kekuasaan partai politik, yang sudah di luar batas. Hukum rusak parah, membusuk dan porak poranda.

Inilah momentum rakyat secepatnya melakukan konsolidasi guna terhimpun sebuah kekuatan besar hingga mampu melakukan gerakan perubahan besar dan mendasar untuk menyelamatkan Indonesia

Maka jika benar-benar menghendaki perubahan, tak ada lagi pilihan selain penggantian Presiden dengan kekuatan people power, sebagai pintu perubahan dan perbaikan.